Formasi mangrove merupakan perpaduan antara daratan dan lautan. Mangrove
tergantung pada air laut (pasang) dan air tawar sebagai sumber makanannya serta
endapan debu (sedimentasi ) dari erosi daerah hulu sebagai bahan pendukung
substratnya. Air pasang memberi makanan bagi hutan dan air sungai yang kaya
mineral memperkaya sedimen dan rawa tempat mangrove tumbuh. Dengan demikian
bentuk hutan mangrove dan keberadaannya dirawat oleh kedua pengaruh darat dan
laut.
Mangrove sangat penting artinya dalam pengelolaan sumber daya pesisir di
sebagian besar-walaupun tidak semua-wilayah Indonesia. Fungsi mangrove yang
terpenting bagi daerah pantai adalah menjadi penghubung antara daratan dan
lautan. Tumbuhan, hewan benda-benda lainnya, dan nutrisi tumbuhan ditransfer ke
arah daratan atau ke arah laut melalui mangrove. Mangrove berperan sebagai
filter untuk mengurangi efek yang merugikan dari perubahan lingkungan utama,
dan sebagai sumber makanan bagi biota laut (pantai) dan biota darat. Jika
mangrove tidak ada maka produksi laut dan pantai akan berkurang secara nyata.
Karena tekanan pertambahan penduduk terutama didaerah pantai,
mengakibatkan adanya perubahan tata guna lahan dan pemanfaatan sumber daya alam
secara berlebihan, hutan mangrove dengan cepat menjadi semakin menipis dan
rusak di seluruh daerah tropis. Kebutuhan yang seimbang harus dicapai diantara
memenuhi kebutuhan sekarang untuk pembangunan ekonomi di suatu pihak, dan
konservasi sistem pendukung lingkungan di lain pihak. Tumbuhnya kesadaran akan
fungsi perlindungan, produktif dan socio-ekonomi dari ekosisitem mangrove di
daerah tropika, dan akibat semakin berkurangnya sumber daya alam tersebut,
mendorong terangkatnya masalah kebutuhan konservasi dan kesinambungan
pengelolaan terpadu sumber daya-sumber daya bernilai tersebut.Mengingat potensi
multiguna sumber daya alam ini, maka merupakan keharusan bahwa pengelolaan
hutan mangrove didasarkan pada ekosistem perairan dan darat, dalam hubungan
dengan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir terpadu.
Menipisnya hutan
mangrove menjadi perhatian serius negara-negara berkembang, termasuk Indonesia
dalam masalah lingkungan dan ekonomi. Perhatian ini berawal dari kenyataan
bahwa antara daerah antara laut dan darat ini, mangrove memainkan peranan
penting dalam menjinakkan banjir pasang musiman (saat air laut pasang pada
musim penghujan) dan sebagai pelindung wilayah pesisir. Selain itu, produksi
primer mangrove berperan mendukung sejumlah kehidupan seperti satwa yang
terancam punah, satwa langka, bangsa burung (avifauna) dan juga perikanan laut
dangkal. Dengan demikian, kerusakan dan pengurangan sumber daya vita tersebut
yang terus berlangsung akan mengurangi bukan hanya produksi dari darat dan
perairan, serta habitat satwa liar, dan sekaligus mengurang keanekaragaman
hayati, tetapi juga merusak stabilitas lingkungan hutan pantai yang mendukung
perlindungan terhadap tanaman pertanian darat dan pedesaan.
Hutan mangrove ditemukan hampir di
seluruh kepulauan di Indonesia di 30 provinsi yang ada. Tetapi sebagian besar
terkonsentrasi di Papua, Kalimantan (Timur dan Selatan) Riau dan Sumatera
Selatan. Meskipun wilayah hutan mangrove yang luas ditemukan di 5 provinsi
seperti tersebut di atas, namun wilayah blok mangrove yang terluas di dunia
tidak terdapat di Indonesia, melainkan di hutan mangrove Sundarbans (660.000
ha) yang terletak di Teluk Bengal, Bangladesh.
Meskipun secara umum lokasi mangrove
diketahui, namun luas total hutan mangrove yang masih ada di Indonesia belum
diketahui secara pasti. Walaupun mangrove dengan mudah diidentifikasi melalui
penginderaan jarak jauh, terdapat variasi yang nyata diantara data statistik
yang dihimpun oleh instansi-instansi di Indonesia, misalnya yang ada di
Departemen Kehutanan, dan yang ada di organisasi internasional seperti FAO
berkisar antara 2,17 dan 4,25 juta hektar (mangrove dalam kawasan hutan).
Hutan mangrove di Indonesia berada
dalam ancaman yang meningkat dari berbagai pembangunan, diantara yang utama
adalah pembangunan yang cepat yang terdapat di seluruh wilayah pesisir yang
secara ekonomi vital. Konsevasi kemanfaatan lain seperti untuk budidaya
perairan, infrastruktur pantai termasuk pelabuhan, industri, pembangunan tempat
perdagangan dan perumahan, serta pertanian, adalah penyebab berkurangnya sumber
daya mangrove dan beban berat bagi hutan mangrove yang ada. Selain ancaman yang
langsung ditujukan pada mangrove melalui pembangunan tersebut, ternyata sumber
daya mangrove rentan terhadap aktivitas pembangunan yang terdapat jauh dari
habitatnya.
Pengelolaan Ekosistem Mangrove Secara
Berkelanjutan
Tindakan pengelolaan SDA mempunyai
tujuan utama untuk menciptakan ekosistem yang produktif dan berkelanjutan untuk
menopang berbagai kebutuhan pengelolaannya. Berlandaskan pada kenyataan
tersebut, diperlukan adanya keseimbangan dalam memandang manfaat bagi
lingkungan dari hutan mangrove dalam keadaannya yang asli dengan manfaat
ekonomisnya. Dalam hal ini tujuan utama pengelolaan ekosistem mangrove adalah
sebagai berikut :
a.
Mengoptimalkan manfaat produksi dan manfaat ekologis
dari ekosistem mangrove dengan menggunakan pendekatan ekosistem berdasarkan
prinsip kelestarian hasil dan fungsi ekosistem yang bersangkutan.
b.
Merehabilitasi hutan mangrove yang rusak.
c.
Membangun dan memperkuat kerangka kelembagaan beserta
iptek yang kondusif bagi penyelenggaraan pengelolaan mangrove secara baik.
Bentuk Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Pengelolaan ekosistem (hutan)
mangrove hendanya mencakup tiga benruk kegiatan pokok, yakni :
a.
Pengusahaan hutan mangrove yang kegiatannya dapat
dikendalikan dengan penerapan sistem silvikultur dan pengaturan kontrak
(pemberian konsensi).
b.
Perlindungan dan pelestarian hutan mangrove yang
dilakukan dengan cara menunjuk, menetapkan dan mengukuhkan hutan mangrove
menjadi hutan lindung, hutan konservasi (Suaka Alam, Taman Nasional, Taman
Hutan Raya, Hutan Wisata, dll) dan kawasan lindung lainnya (Jalur hijau,
sempadan pantai/sungai, dll)
c.
Rehabilitasi kawasan mangrove yang rusak sesuai dengan
tujuan pengelolaannya dengan pendekatan pelaksanaan dan penggunaan iptek yang
tepat guna.
Penetapan suatu kawasan hutan mangrove menjadi kawasan lindung (hutan
lindung dan hutan konservasi) dapat dilakukan tanpa sistem scoring apabila
kondisi fisik areal hutan dan potensi sumber daya hayatiya dipandang perlu
untuk dilindungi dan dilestarikan, misal :
a.
Mangrove yang tumbuh di tanah berkoral atau tanah pasir
podsol atau tanah gambut
b.
Mangrove yang tumbuh pada kawasan pesisir yang arus air
lautnya deras
c.
Mangrove tempat bertelur penyu atau tempat berkembang
biak/mencari makan/memijah jenis ikan yang langka/hampir punah/endemic
d.
Kawasan lainnya yang dipandang perlu untuk dilindungi
dan dilestarikan.
Sumber :
Seminar Pengelolaan Hutan Mangrove Denpasar, Bali 8 September 2003
No comments:
Post a Comment