Tuesday, October 29, 2013

Perencanaan Pembuatan Daerah Perlindungan Mangrove



Formasi mangrove merupakan perpaduan antara daratan dan lautan. Mangrove tergantung pada air laut (pasang) dan air tawar sebagai sumber makanannya serta endapan debu (sedimentasi ) dari erosi daerah hulu sebagai bahan pendukung substratnya. Air pasang memberi makanan bagi hutan dan air sungai yang kaya mineral memperkaya sedimen dan rawa tempat mangrove tumbuh. Dengan demikian bentuk hutan mangrove dan keberadaannya dirawat oleh kedua pengaruh darat dan laut.

Mangrove sangat penting artinya dalam pengelolaan sumber daya pesisir di sebagian besar-walaupun tidak semua-wilayah Indonesia. Fungsi mangrove yang terpenting bagi daerah pantai adalah menjadi penghubung antara daratan dan lautan. Tumbuhan, hewan benda-benda lainnya, dan nutrisi tumbuhan ditransfer ke arah daratan atau ke arah laut melalui mangrove. Mangrove berperan sebagai filter untuk mengurangi efek yang merugikan dari perubahan lingkungan utama, dan sebagai sumber makanan bagi biota laut (pantai) dan biota darat. Jika mangrove tidak ada maka produksi laut dan pantai akan berkurang secara nyata.
Karena tekanan pertambahan penduduk terutama didaerah pantai, mengakibatkan adanya perubahan tata guna lahan dan pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan, hutan mangrove dengan cepat menjadi semakin menipis dan rusak di seluruh daerah tropis. Kebutuhan yang seimbang harus dicapai diantara memenuhi kebutuhan sekarang untuk pembangunan ekonomi di suatu pihak, dan konservasi sistem pendukung lingkungan di lain pihak. Tumbuhnya kesadaran akan fungsi perlindungan, produktif dan socio-ekonomi dari ekosisitem mangrove di daerah tropika, dan akibat semakin berkurangnya sumber daya alam tersebut, mendorong terangkatnya masalah kebutuhan konservasi dan kesinambungan pengelolaan terpadu sumber daya-sumber daya bernilai tersebut.Mengingat potensi multiguna sumber daya alam ini, maka merupakan keharusan bahwa pengelolaan hutan mangrove didasarkan pada ekosistem perairan dan darat, dalam hubungan dengan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir terpadu.
 
Menipisnya hutan mangrove menjadi perhatian serius negara-negara berkembang, termasuk Indonesia dalam masalah lingkungan dan ekonomi. Perhatian ini berawal dari kenyataan bahwa antara daerah antara laut dan darat ini, mangrove memainkan peranan penting dalam menjinakkan banjir pasang musiman (saat air laut pasang pada musim penghujan) dan sebagai pelindung wilayah pesisir. Selain itu, produksi primer mangrove berperan mendukung sejumlah kehidupan seperti satwa yang terancam punah, satwa langka, bangsa burung (avifauna) dan juga perikanan laut dangkal. Dengan demikian, kerusakan dan pengurangan sumber daya vita tersebut yang terus berlangsung akan mengurangi bukan hanya produksi dari darat dan perairan, serta habitat satwa liar, dan sekaligus mengurang keanekaragaman hayati, tetapi juga merusak stabilitas lingkungan hutan pantai yang mendukung perlindungan terhadap tanaman pertanian darat dan pedesaan.
            Hutan mangrove ditemukan hampir di seluruh kepulauan di Indonesia di 30 provinsi yang ada. Tetapi sebagian besar terkonsentrasi di Papua, Kalimantan (Timur dan Selatan) Riau dan Sumatera Selatan. Meskipun wilayah hutan mangrove yang luas ditemukan di 5 provinsi seperti tersebut di atas, namun wilayah blok mangrove yang terluas di dunia tidak terdapat di Indonesia, melainkan di hutan mangrove Sundarbans (660.000 ha) yang terletak di Teluk Bengal, Bangladesh.
            Meskipun secara umum lokasi mangrove diketahui, namun luas total hutan mangrove yang masih ada di Indonesia belum diketahui secara pasti. Walaupun mangrove dengan mudah diidentifikasi melalui penginderaan jarak jauh, terdapat variasi yang nyata diantara data statistik yang dihimpun oleh instansi-instansi di Indonesia, misalnya yang ada di Departemen Kehutanan, dan yang ada di organisasi internasional seperti FAO berkisar antara 2,17 dan 4,25 juta hektar (mangrove dalam kawasan hutan).           
            Hutan mangrove di Indonesia berada dalam ancaman yang meningkat dari berbagai pembangunan, diantara yang utama adalah pembangunan yang cepat yang terdapat di seluruh wilayah pesisir yang secara ekonomi vital. Konsevasi kemanfaatan lain seperti untuk budidaya perairan, infrastruktur pantai termasuk pelabuhan, industri, pembangunan tempat perdagangan dan perumahan, serta pertanian, adalah penyebab berkurangnya sumber daya mangrove dan beban berat bagi hutan mangrove yang ada. Selain ancaman yang langsung ditujukan pada mangrove melalui pembangunan tersebut, ternyata sumber daya mangrove rentan terhadap aktivitas pembangunan yang terdapat jauh dari habitatnya.

Pengelolaan Ekosistem Mangrove Secara Berkelanjutan
            Tindakan pengelolaan SDA mempunyai tujuan utama untuk menciptakan ekosistem yang produktif dan berkelanjutan untuk menopang berbagai kebutuhan pengelolaannya. Berlandaskan pada kenyataan tersebut, diperlukan adanya keseimbangan dalam memandang manfaat bagi lingkungan dari hutan mangrove dalam keadaannya yang asli dengan manfaat ekonomisnya. Dalam hal ini tujuan utama pengelolaan ekosistem mangrove adalah sebagai berikut :

a.       Mengoptimalkan manfaat produksi dan manfaat ekologis dari ekosistem mangrove dengan menggunakan pendekatan ekosistem berdasarkan prinsip kelestarian hasil dan fungsi ekosistem yang bersangkutan.
b.      Merehabilitasi hutan mangrove yang rusak.
c.       Membangun dan memperkuat kerangka kelembagaan beserta iptek yang kondusif bagi penyelenggaraan pengelolaan mangrove secara baik.
Bentuk Pengelolaan Ekosistem Mangrove
            Pengelolaan ekosistem (hutan) mangrove hendanya mencakup tiga benruk kegiatan pokok, yakni :
a.       Pengusahaan hutan mangrove yang kegiatannya dapat dikendalikan dengan penerapan sistem silvikultur dan pengaturan kontrak (pemberian konsensi).
b.      Perlindungan dan pelestarian hutan mangrove yang dilakukan dengan cara menunjuk, menetapkan dan mengukuhkan hutan mangrove menjadi hutan lindung, hutan konservasi (Suaka Alam, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Hutan Wisata, dll) dan kawasan lindung lainnya (Jalur hijau, sempadan pantai/sungai, dll)
c.       Rehabilitasi kawasan mangrove yang rusak sesuai dengan tujuan pengelolaannya dengan pendekatan pelaksanaan dan penggunaan iptek yang tepat guna.
Penetapan suatu kawasan hutan mangrove menjadi kawasan lindung (hutan lindung dan hutan konservasi) dapat dilakukan tanpa sistem scoring apabila kondisi fisik areal hutan dan potensi sumber daya hayatiya dipandang perlu untuk dilindungi dan dilestarikan, misal :
a.       Mangrove yang tumbuh di tanah berkoral atau tanah pasir podsol atau tanah gambut
b.      Mangrove yang tumbuh pada kawasan pesisir yang arus air lautnya deras
c.       Mangrove tempat bertelur penyu atau tempat berkembang biak/mencari makan/memijah jenis ikan yang langka/hampir punah/endemic
d.      Kawasan lainnya yang dipandang perlu untuk dilindungi dan dilestarikan.

Sumber : Seminar Pengelolaan Hutan Mangrove Denpasar, Bali 8 September 2003
 

No comments:

Post a Comment

Pengelompokan Mikroorganisme Berdasarkan Suhu, Nutrisi, Cahaya Matahari, Ph Dan Tekanan Hidrostatik

1.     Suhu berperan penting dalam mengatur jalannya reaksi metabolisme bagi mahluk hidup tidak terkecuali pada mikroorganisme. Berdasa...