Tuesday, October 23, 2012

Buku Referensi Planktonologi

Oseanologi di Indonesia 1975, No. 4: 1 - 12.

 VARIASI MUSIMAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR

 PULAU AYER

 o l e h

MALIKUSWORO HUTOMO *



ABSTRAK

Di dalam pengamatan terhadap variasi musiman fitoplankton di perairan Pulau Anyer
dari bulan Juli 1971 sampai dengan Juni 1972, di dapatkan tiga puncak yaitu pada bulan
Oktober, Januari –Pebruari, dan Mei. Kondisi meteorologi dan hidrologi perairan tersebut
juga disajikan. Di dalam komposisi fitoplankton di daerah tersebut, empat genera yaitu :
Bacteriastrum, Chaetoceros, Rhizosolenia dan Thalassiothrix merupakan komponen
utama, karena merupakan genera yang predominan. Dari hasil pengamatan terlihat
indikasi bahwa curah hujan dan mungkin pengadukan perairan mempunyai pengaruh
terhadap produksi fitoplankton di perairan ini.



ABSTRACT

SEASONAL VARIATION OF PHYTOPLANKTON OF THE WATERS AROUND PULAU AYER.
There were three peaks in the seasonal variation of phytoplankton of the waters around Pulau Ayer
in the period of July 1971 to June 1972. The peaks occurred in the months of October, January -
February, and May. The meteorological and hydrological conditions of the area investigated were also
described, Bacteriastrum, Chaetoceros, Rhizosolenia and Thalassiothrix were the main components in
the phytoplankton composition, because they formed the predominating genera. The data observed
indicated that rainfall and maybe water mixing influenced the phytoplankton production of this
area.

PENDAIIULUAN



Bahwasanya kepadatan plankton di suatu perairan mempunyai variasi tertentu
sepanjang tahun dan akan berulang kembali pada tahun berikutnya telah dibuktikan
oleh baberapa ahli. Menurut SVERDRUP et al. (1961), variasi tersebut lebih jelas
terlihat di daerah tropika.Variasi yang jelas tersebut disebabkan karena daerah
tropika.Variasi yang jelas tersebut disebabkan karena daerah beriklim sedang
mengalami pergantian musim yang sangat barbeda terutama terlihat pada perubahan
suhu yang sangat besar. Di daerah tropikapun variasi tersebut jupa terjadi, MENON
(1931) misalnya dalam penelitiannya di pantai-pantai India mendapatkan bahwa

* Lembaga Oseanologi Nasional, LIPI, Jakarta.

1







diatom plankton mengikuti variasi tertentu sepanjang tahun. Hal serupa
didapatkan juga oleh GEORGE (1953) di pantai Calicut, THAM (1953) di-
Selat Singapura, dan PATUMMARNLUCKANA dan SUVAPEPUN (1971) di Te-
luk Siam. Beberapa ahli yang mengadakan penelitian di pantai-pantai
Australia dan Great Barrier Reef seperti MARSHALL (1933), RUSSELL dan
COLMAN (1934), dan DAKIN dan COLEFAX (1942) juga mendapatkan
variasi tersebut.

Penelitian tentang variasi musiman plankton ini di Indonesia masih
sangat sedikit dilakukan. Penulis memberanikan diri menganalisa
variasi musiman fitoplankton, berdasarkan cuplikan yang diambil dari
perairan sekitar Pulau Ayer, Pulau-Pulau Seribu, selama periode Juli
1971 sampai dengan Juni 1972.

Harapan penulis semoga tulisan ini dapat memberikan sumbangan
kepustakaan tentang penelitian plankton di Indonesia umumnya dan
penelitian variasi musiman plankton khususnya.



BAHAN DAN TATAKERJA

Daerah penelitian adalah perairan sekitar Pulau Ayer, Pulau-
Pulau Seribu, (Gambar 1) dengan tiga stasion yaitu:



Pengambilan cuplikan (sampling) dilakukan dengan jaring plankton
type Kitahara, garis tengah mulutnya 31 cm dan mata jaring 0,12 mm
serta diperlengkapi dengan flowmeter. Cuplikan diambil secara
vertical dari kedalaman 20 m kepermukaan dengan frekwensi
pengambilan sebulan sekali, kecuali bulan April 1972 pengambilan
tidak dilakukan.



Flowmeter yang digunakan adalah type TSK No. 1998 dengan harga p
= 0,155 m/putaran.

2


Volume endapan diukur dengan jalan mengendapkan cuplikan dalam
gelas ukur berkapasitas 25 cc selama 24 jam, kemudian dibaca volume
endapannya. Volume endapan fitoplankton (cc/m3) diperoleh dengan
jalan membagi volume endapan yang terbaca dengan volume air yang
tersaring.

Cuplikan yang akan dicacah volumenya dijadikan 25 cc kemudian
dipindah kedalam tabung lain dan dikocok hingga merata. Setelah itu
diambil fraksi sebanyak 0,1 cc dengan Hensen stempel pipet sehingga
fraksi yang diperoleh adalah 1/250. Fraksi diletakkan diatas "slide
glass" yang bergaris dan ditutup dengan gelas tutup berukuran 50 x 23
mm. Semua genera dan banyaknya sel fitoplankton dicacah dibawah
mikroskop.

Didalam menganalisa cuplikan, harga tiap-tiap stasion dirata-rata-
kan tiap bulan. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa daerah
penelitian merupakan daerah yang sempit sehingga kondisi ekologinya
dapat dikatakan sama. Data hidrologi yaitu suhu, salinitas dan kadar
oksigen didapat dari Bagian Oseanografi LON, sedangkan data curah
hujan didapat dari Pusat Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.





HASIL

Kondisi meteorologi dan hidrologi

Variasi musiman kondisi meteorologi dan hidrologi tercantum da-
lam Tabel 1.

Curah hujan

Curah hujan berkisar antara harga minimal 2,8 mm/bulan pada bu-
lan Juli 1971 dan harga maksimal 494,1 mm/bulan pada bulan Januari
1972. Variasi dalam satu tahun mempunyai tiga puncak, puncak per-
tama pada bulan Oktober (175,6 mm/bulan), puncak kedua dan tertinggi
pada bulan Januari (494,1 mm/bulan) dan puncak ketiga pada bulan
Mei (167,6 mm/bulan).

Suhu

Suhu berkisar antara harga minimal 27,52° C pada bulan Januari
dan harga maksimal 29,77° C pada bulan Oktober. Variasi dalam satu
tahun mempunyai dua puncak yaitu puncak pertama dan tertinggi pada
bulan Oktober (29,77° C) dan puncak kedua pada bulan Maret (28,58° C).

Salinitas

Salinitas berkisar antara harga minimal 30,27 °/oo pada bulan Ja-
nuari dan harga maksimal 33,01 %o pada bulan Nopember.

Oksigen

Kadar oksigen berkisar antara harga minimal 3,80 ml/1 pada bulan
September dan harga maksimal 4,4 ml/1 pada bulan Januari.

4




































Fitoplankton

Variasi musiman fitoplankton dari perairan ini tercantum dalam Ta-
bel 2, dinyatakan dalam jumlah sel/m3 air laut dan volume endapan
cc/m3 air.

Jumlah sel fitoplankton berkisar antara harga minimal 16.666 sel/m3
pada bulan Juli 1971 dan harga maksimal 2.433.734 sel/m3 pada bulan
Mei 1972. Volume endapan berkisar antara harga minimal 1.324 cc/m3
pada bulan Agustus 1971 dan harga maksimal 18.842 cc/m3 pada bulan
Mei 1972.

Fitoplankton yang didapatkan terdiri atas diatom dan dinoflagellata
dengan diatom merupakan kelompok yang predominan. Diatom terdiri
dari tiga puluh satu genera dan dinoflagellata terdiri dari tujuh genera.

Variasi musiman jumlah sel tiap genus tercantum dalam Tabel 3.
Dari tabel tersebut ternyata bahwa empat genera yaitu Bacteriastrum,
Chaetoceros, Rhizosolenia dan Thalassiothrix merupakan komponen utama
dari komposisi fitoptlankton didaerah ini. Variasi komponen utama ter-
sebut dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3. Bacteriastrum, jumlah selnya
bervariasi antara harga minimal 221 sel/m3 pada bulan Agustus 1971 dan
harga maksimal 429.448 sel/m3 pada bulan Mei (Gambar 3 A). Chaeto-
ceros didapatkan dalam jumlah paling besar diantara keempat genera di-
atas, jumlah selnya bervariasi antara (harga minimal 2.650 sel/m3 pada

5





















































Gambar 3. Variasi empat genera yang merupakan komponen utama dalam komposisi
fitoplankton di perairan sekitar Pulau Ayer dalam sel/m3.

Keempat genera diatas berganti-ganti mendominasi komposisi fito-
plankton selama periode pengamatan. Juli 1971, Rhizosolenia (23,69%)
predominan, kemudian disusul oleh Thalassiothrix (18,89%) dan
Chaetoceros (16,39%). Bulan Agustus,Rhizosolenia (28,94%) tetap
merupakan genus yang predominan dan disusul oleh Chaetoceros
(23,65%). Bulan September berganti dengan Bacteriastrum (37,15%)
sebagai genus yang predominan, disusul oleh Chaetoceros (24,43%).
Bulan Oktober genus predominan diganti oleh Chaetoceros (45,52%) dan
Thalassiothrix (25,64%) menyusul ditempat kedua. Pada bulan Nopember
dan Desember, Chaetoceros (33,80% dan 62,51%) tetap merupakan genus
predominan, sedangkan genera lain didapatkan dalam jumlah sedikit.
Januari 1972, genus predominan diduduki oleh Thalassiothrix (43,17 %)
sedangkan Chaetoceros (24,55%) menduduki tempat kedua disusul oleh
Bacteriastrum (23,41%)



7







Bulan Pebruari, Maret dan Mei kembali Chaetoceros (39,31%; 50,89%
dan 65,37%) menduduki tempat teratas sebagai genus predominan, se-
dangkan Bacteriastrum (36,93%; 31,92% dan 17,65%) menduduki tem-
pat kedua. Pada bulan terakhir yaitu Juni 1972, kembali Thalassiothrix
(35,84%) sebagai genus predominan, sedangkan ketiga genera lainnya di-
dapatkan dalam jumlah kecil (sekitar 15%).



PEMBAHASAN

Gambar 4 adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara kepadat-
an fitoplankton di perairan sekitar Pulau Ayer dengan kondisi meteorologi
dan hidrologi. Dari grafik tersebut terlihat adanya tiga puncak dalam
variasi kepadatan fitoplankton. Puncak pertama dan terakhir terjadi
bulan Oktober, puncak kedua terjadi pada bulan Januari - Pebruari, dan



Gambar 4. Hubungan antara kepadatan fitoplankton dengan kondisi meteorologi
dan hidrologi di perairan sekitar Pulau Ayer.

10


puncak ketiga dan tertinggi terjadi pada bulan Mei. Dari grafik ter-
sebut terlihat bahwa jika curah hujan tinggi ada kecenderungan diikuti
oleh bertambahnya kepadatan fitoplankton. Pada bulan Oktober terjadi
kenaikan curah hujan dan diikuti dengan kenaikan jumlah sel fitoplank-
ton. Kemudian terjadi curah hujan maksimal pada bulan Januari yang
diikuti dengan kenaikan volume endapan pada bulan yang sama dan ke-
naikan jumlah sel pada bulan Pebruari. Kenaikan curah hujan pada
bulan Maret diikuti dengan terjadinya kenaikan volume endapan pada
bulan yang sama. Tetapi suatu hal yang sangat menarik terjadi pada
bulan Mei dimana baik volume endapan maupun jumlah sel fitoplankton
mencapai harga maksimal, sedangkan curah hujan meskipun mengalami
kenaikan tetapi sedikit sekali dibandingkan dengan bulan Januari dan
Pebruari. Menurut MOTODA (1957) faktor-faktor penting di daerah tro-
pika yang mempengaruhi variasi produksi plankton adalah :

(1) curah hujan yang membawa zat hara (nutrient) dari darat ke laut
melalui sungai dan (2) adanya pengadukan perairan disebabkan oleh
angin yang kuat sehingga zat hara di dasar laut terbawa keatas, hal ini
terjadi di laut dangkal. Sedangkan di laut dalam dengan adanya suatu
proses yang disebut "upwelling" dapat membawa zat hara dari yang ter-
timbun di lapisan bawah kepermukaan. Pada peristiwa terjadinya pun-
cak-puncak kepadatan fitoplankton pertama (Oktober) dan, kedua (Ja-
nuari - Pebruari) seperti telah dijelaskan diatas faktor pertamalah yang
memegang peranan. Peristiwa serupa didapatkan juga oleh THAM (1953)
di Selat Singapura, GEORGE (1953) di pantai Calicut, CHUA (1970) di
Muara Ponggol. Sedangkan peristiwa terjadinya puncak yang ketiga
pada bulan Mei mungkin disebabkan oleh kombinasi antara faktor per-
tama dan kedua. Hal tersebut dapat diterangkan demikian :

Pada bulan Desember - Januari - Pebruari adalah musim Barat, di-
mana angin Barat bertiup kencang menyebabkan terjadinya pengadukan
massa air, sehingga zat hara yang mengendap di dasar laut naik ke-
lapisan atas ditambah Iagi bahwa bulan-bulan tersebut juga musim hujan
sehingga terjadi penyuburan oleh air dari daratan yang dibawa oleh
sungai-sungai menyebabkan kadar zat hara di daerah tersebut sangat
tinggi. Kadar zat hara yang tinggi ini mungkin baru terpakai secara
penuh pada bulan Mei sebab pada bulan April - Mei musim hujan telah
berakhir sehingga intensitas cahaya menjadi tinggi. Hal tersebut meng-
akibatkan produksi fitoplankton mencapai harga maksimal dengan jum-
lah sel 2.443.734 sel/m3 dan volume endapan 18.842 cc/m3. Hal-hal yang
telah dikemukakan diatas mungkin terlihat lebih jelas jika pengamatan
terhadap kadar zat hara (fosfat dan nitrat) juga dilakukan. Peristiwa
yang agak serupa pernah didapatkan oleh PATUMMARNLUCKANA dan
SUVAPEPUN (1971) di Teluk Siam. Mereka mendapatkan produksi fito-
plankton tertinggi pada bulan Maret. Saat tersebut adalah akhir dari
musim Timur Laut yang mulai pada bulan Nopember dan mencapai pun-
caknya pada bulan Januari. Musim Timur Laut ini menyebabkan ter-
jadinya "upwelling" yang membawa zat hara ke perairan tersebut dan di-
ikuti dengan produksi plankton yang tinggi pada bulan Maret.

11


UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Sdr. Djoko P.
Praseno, Kepala Bagian Planktonologi, Lembaga Oseanologi Nasional,
atas izin yang diberikan untuk mengolah data plankton tersebut. Ucap-
an yang sama penulis sampaikan kepada Sdr. R. Kastoro yang telah
mengizinkan penggunaan data hidrologi dari perairan tersebut.



DAFTAR PUSTAKA

ALLEN, W.F. and E.E. CUPP 1935. Plankton diatoms of the Java Sea. Ann. du Jard. Bot.
Buitenzorg 44(2): 1-174.

CHUA, T.E. 1970. A preliminary study on the plankton of the Ponggol estuary,
Hydrobiologia 35(2): 2i54 - 272.

CSIRO, AUSTRALIA 1971. Atlas of the South Pacific diatoms and dinoflagellates.
(Unpublished).

CUPP, E.E. 1943. Marine plankton diatoms of the west coast of North America.
Bull. Scripps Inst. Oceanogr. Univ. California 5(1): 1-138.

DAKIN, W.J. and A.N. COLEFAX 1940. The plankton of the Australian coastal waters
off New South Wales, Pt. I. Publ. Univ. Sydney Dept, ZooL Monogr. 1 :
1 - 211.

GEORGE, P.C. 1953. The marine plankton of the coastal waters of Calicut with ob-
servation on the hydrological conditions. J. Zool. Soc. India 5(1): 76 -107.

MARSHALL, S.M. 1933. The production of microplankton in the Great Barrier Reef
region. Great Barrier Reef Expedition 1928 -1929. British Mus. (Nat. Hist.)
Sci. Rep. 2(5): lll-157.

MENON, K.S. 1931. A preliminary account of the Madras plankton. Rec. Indian Mus.
33: 489-516.

MOTODA, S. 1957. An introduction to the study of marine plankton. Fac. Fish.,
Hokkaido Univ. Hakodate, Hokkaido: 1 - 90.

PATUMMARNLUCKANA, M. and S. SUVAPEPUN 19I71. On seasonal variation in the abun-
dance of plankton off the western coast of the Gulf of Thailand, 1969-1970. Symp.
Mar. Fish., Mar. Fish. Lab.: 1-21.

RUSSEL, F. and J.S. COLMAN 1934. The zooplankton. The composition of the zooplank-
ton of the reef lagoon Great Barrier Reef Expedition 1928 -1929. British Mus.
(Nat. Hist.) Sci. Rep. 2(6): 159-l76.

SVERDRUP, H.U.; M.W. JOHNSON and R.H. FLEMING 1961. "The Oceans: Their physics,
chemistry and general biology". Modern Asia Edit., Charles Tuttle & Co.,
Tokyo, 1 -1087.

THAM, A.K. 1953. A preliminary study of the physical, chemical and biological cha-
racteristics of Singapore Straits. Fish. Bull. Singapore 1(4): 1 - 60.

WOOD, E.J.F. 1958. Checklist of diatoms recorded from the Indian Ocean. CSIRO
Australia Div. Fish. Oceanogr., Rep. 36: 1-304.

YAMAJI, I. 1966. Illustrations of the marine plankton of Japan. Hoikusha, Osaka,
Japan: 1-369.

12


BUKU REFERENSI II
Oseanologi di Indonesia 1975, No. 4: 1 - 12.

 VARIASI MUSIMAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN SEKITAR

 PULAU AYER

 o l e h

MALIKUSWORO HUTOMO *



ABSTRAK

Di dalam pengamatan terhadap variasi musiman fitoplankton di perairan Pulau Anyer
dari bulan Juli 1971 sampai dengan Juni 1972, di dapatkan tiga puncak yaitu pada bulan
Oktober, Januari –Pebruari, dan Mei. Kondisi meteorologi dan hidrologi perairan tersebut
juga disajikan. Di dalam komposisi fitoplankton di daerah tersebut, empat genera yaitu :
Bacteriastrum, Chaetoceros, Rhizosolenia dan Thalassiothrix merupakan komponen
utama, karena merupakan genera yang predominan. Dari hasil pengamatan terlihat
indikasi bahwa curah hujan dan mungkin pengadukan perairan mempunyai pengaruh
terhadap produksi fitoplankton di perairan ini.



ABSTRACT

SEASONAL VARIATION OF PHYTOPLANKTON OF THE WATERS AROUND PULAU AYER.
There were three peaks in the seasonal variation of phytoplankton of the waters around Pulau Ayer
in the period of July 1971 to June 1972. The peaks occurred in the months of October, January -
February, and May. The meteorological and hydrological conditions of the area investigated were also
described, Bacteriastrum, Chaetoceros, Rhizosolenia and Thalassiothrix were the main components in
the phytoplankton composition, because they formed the predominating genera. The data observed
indicated that rainfall and maybe water mixing influenced the phytoplankton production of this
area.

PENDAIIULUAN



Bahwasanya kepadatan plankton di suatu perairan mempunyai variasi tertentu
sepanjang tahun dan akan berulang kembali pada tahun berikutnya telah dibuktikan
oleh baberapa ahli. Menurut SVERDRUP et al. (1961), variasi tersebut lebih jelas
terlihat di daerah tropika.Variasi yang jelas tersebut disebabkan karena daerah
tropika.Variasi yang jelas tersebut disebabkan karena daerah beriklim sedang
mengalami pergantian musim yang sangat barbeda terutama terlihat pada perubahan
suhu yang sangat besar. Di daerah tropikapun variasi tersebut jupa terjadi, MENON
(1931) misalnya dalam penelitiannya di pantai-pantai India mendapatkan bahwa

* Lembaga Oseanologi Nasional, LIPI, Jakarta.

1







diatom plankton mengikuti variasi tertentu sepanjang tahun. Hal serupa
didapatkan juga oleh GEORGE (1953) di pantai Calicut, THAM (1953) di-
Selat Singapura, dan PATUMMARNLUCKANA dan SUVAPEPUN (1971) di Te-
luk Siam. Beberapa ahli yang mengadakan penelitian di pantai-pantai
Australia dan Great Barrier Reef seperti MARSHALL (1933), RUSSELL dan
COLMAN (1934), dan DAKIN dan COLEFAX (1942) juga mendapatkan
variasi tersebut.

Penelitian tentang variasi musiman plankton ini di Indonesia masih
sangat sedikit dilakukan. Penulis memberanikan diri menganalisa
variasi musiman fitoplankton, berdasarkan cuplikan yang diambil dari
perairan sekitar Pulau Ayer, Pulau-Pulau Seribu, selama periode Juli
1971 sampai dengan Juni 1972.

Harapan penulis semoga tulisan ini dapat memberikan sumbangan
kepustakaan tentang penelitian plankton di Indonesia umumnya dan
penelitian variasi musiman plankton khususnya.



BAHAN DAN TATAKERJA

Daerah penelitian adalah perairan sekitar Pulau Ayer, Pulau-
Pulau Seribu, (Gambar 1) dengan tiga stasion yaitu:



Pengambilan cuplikan (sampling) dilakukan dengan jaring plankton
type Kitahara, garis tengah mulutnya 31 cm dan mata jaring 0,12 mm
serta diperlengkapi dengan flowmeter. Cuplikan diambil secara
vertical dari kedalaman 20 m kepermukaan dengan frekwensi
pengambilan sebulan sekali, kecuali bulan April 1972 pengambilan
tidak dilakukan.



Flowmeter yang digunakan adalah type TSK No. 1998 dengan harga p
= 0,155 m/putaran.

2


Volume endapan diukur dengan jalan mengendapkan cuplikan dalam
gelas ukur berkapasitas 25 cc selama 24 jam, kemudian dibaca volume
endapannya. Volume endapan fitoplankton (cc/m3) diperoleh dengan
jalan membagi volume endapan yang terbaca dengan volume air yang
tersaring.

Cuplikan yang akan dicacah volumenya dijadikan 25 cc kemudian
dipindah kedalam tabung lain dan dikocok hingga merata. Setelah itu
diambil fraksi sebanyak 0,1 cc dengan Hensen stempel pipet sehingga
fraksi yang diperoleh adalah 1/250. Fraksi diletakkan diatas "slide
glass" yang bergaris dan ditutup dengan gelas tutup berukuran 50 x 23
mm. Semua genera dan banyaknya sel fitoplankton dicacah dibawah
mikroskop.

Didalam menganalisa cuplikan, harga tiap-tiap stasion dirata-rata-
kan tiap bulan. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa daerah
penelitian merupakan daerah yang sempit sehingga kondisi ekologinya
dapat dikatakan sama. Data hidrologi yaitu suhu, salinitas dan kadar
oksigen didapat dari Bagian Oseanografi LON, sedangkan data curah
hujan didapat dari Pusat Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.





HASIL

Kondisi meteorologi dan hidrologi

Variasi musiman kondisi meteorologi dan hidrologi tercantum da-
lam Tabel 1.

Curah hujan

Curah hujan berkisar antara harga minimal 2,8 mm/bulan pada bu-
lan Juli 1971 dan harga maksimal 494,1 mm/bulan pada bulan Januari
1972. Variasi dalam satu tahun mempunyai tiga puncak, puncak per-
tama pada bulan Oktober (175,6 mm/bulan), puncak kedua dan tertinggi
pada bulan Januari (494,1 mm/bulan) dan puncak ketiga pada bulan
Mei (167,6 mm/bulan).

Suhu

Suhu berkisar antara harga minimal 27,52° C pada bulan Januari
dan harga maksimal 29,77° C pada bulan Oktober. Variasi dalam satu
tahun mempunyai dua puncak yaitu puncak pertama dan tertinggi pada
bulan Oktober (29,77° C) dan puncak kedua pada bulan Maret (28,58° C).

Salinitas

Salinitas berkisar antara harga minimal 30,27 °/oo pada bulan Ja-
nuari dan harga maksimal 33,01 %o pada bulan Nopember.

Oksigen

Kadar oksigen berkisar antara harga minimal 3,80 ml/1 pada bulan
September dan harga maksimal 4,4 ml/1 pada bulan Januari.

4




































Fitoplankton

Variasi musiman fitoplankton dari perairan ini tercantum dalam Ta-
bel 2, dinyatakan dalam jumlah sel/m3 air laut dan volume endapan
cc/m3 air.

Jumlah sel fitoplankton berkisar antara harga minimal 16.666 sel/m3
pada bulan Juli 1971 dan harga maksimal 2.433.734 sel/m3 pada bulan
Mei 1972. Volume endapan berkisar antara harga minimal 1.324 cc/m3
pada bulan Agustus 1971 dan harga maksimal 18.842 cc/m3 pada bulan
Mei 1972.

Fitoplankton yang didapatkan terdiri atas diatom dan dinoflagellata
dengan diatom merupakan kelompok yang predominan. Diatom terdiri
dari tiga puluh satu genera dan dinoflagellata terdiri dari tujuh genera.

Variasi musiman jumlah sel tiap genus tercantum dalam Tabel 3.
Dari tabel tersebut ternyata bahwa empat genera yaitu Bacteriastrum,
Chaetoceros, Rhizosolenia dan Thalassiothrix merupakan komponen utama
dari komposisi fitoptlankton didaerah ini. Variasi komponen utama ter-
sebut dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3. Bacteriastrum, jumlah selnya
bervariasi antara harga minimal 221 sel/m3 pada bulan Agustus 1971 dan
harga maksimal 429.448 sel/m3 pada bulan Mei (Gambar 3 A). Chaeto-
ceros didapatkan dalam jumlah paling besar diantara keempat genera di-
atas, jumlah selnya bervariasi antara (harga minimal 2.650 sel/m3 pada

5





















































Gambar 3. Variasi empat genera yang merupakan komponen utama dalam komposisi
fitoplankton di perairan sekitar Pulau Ayer dalam sel/m3.

Keempat genera diatas berganti-ganti mendominasi komposisi fito-
plankton selama periode pengamatan. Juli 1971, Rhizosolenia (23,69%)
predominan, kemudian disusul oleh Thalassiothrix (18,89%) dan
Chaetoceros (16,39%). Bulan Agustus,Rhizosolenia (28,94%) tetap
merupakan genus yang predominan dan disusul oleh Chaetoceros
(23,65%). Bulan September berganti dengan Bacteriastrum (37,15%)
sebagai genus yang predominan, disusul oleh Chaetoceros (24,43%).
Bulan Oktober genus predominan diganti oleh Chaetoceros (45,52%) dan
Thalassiothrix (25,64%) menyusul ditempat kedua. Pada bulan Nopember
dan Desember, Chaetoceros (33,80% dan 62,51%) tetap merupakan genus
predominan, sedangkan genera lain didapatkan dalam jumlah sedikit.
Januari 1972, genus predominan diduduki oleh Thalassiothrix (43,17 %)
sedangkan Chaetoceros (24,55%) menduduki tempat kedua disusul oleh
Bacteriastrum (23,41%)



7







Bulan Pebruari, Maret dan Mei kembali Chaetoceros (39,31%; 50,89%
dan 65,37%) menduduki tempat teratas sebagai genus predominan, se-
dangkan Bacteriastrum (36,93%; 31,92% dan 17,65%) menduduki tem-
pat kedua. Pada bulan terakhir yaitu Juni 1972, kembali Thalassiothrix
(35,84%) sebagai genus predominan, sedangkan ketiga genera lainnya di-
dapatkan dalam jumlah kecil (sekitar 15%).



PEMBAHASAN

Gambar 4 adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara kepadat-
an fitoplankton di perairan sekitar Pulau Ayer dengan kondisi meteorologi
dan hidrologi. Dari grafik tersebut terlihat adanya tiga puncak dalam
variasi kepadatan fitoplankton. Puncak pertama dan terakhir terjadi
bulan Oktober, puncak kedua terjadi pada bulan Januari - Pebruari, dan



Gambar 4. Hubungan antara kepadatan fitoplankton dengan kondisi meteorologi
dan hidrologi di perairan sekitar Pulau Ayer.

10


puncak ketiga dan tertinggi terjadi pada bulan Mei. Dari grafik ter-
sebut terlihat bahwa jika curah hujan tinggi ada kecenderungan diikuti
oleh bertambahnya kepadatan fitoplankton. Pada bulan Oktober terjadi
kenaikan curah hujan dan diikuti dengan kenaikan jumlah sel fitoplank-
ton. Kemudian terjadi curah hujan maksimal pada bulan Januari yang
diikuti dengan kenaikan volume endapan pada bulan yang sama dan ke-
naikan jumlah sel pada bulan Pebruari. Kenaikan curah hujan pada
bulan Maret diikuti dengan terjadinya kenaikan volume endapan pada
bulan yang sama. Tetapi suatu hal yang sangat menarik terjadi pada
bulan Mei dimana baik volume endapan maupun jumlah sel fitoplankton
mencapai harga maksimal, sedangkan curah hujan meskipun mengalami
kenaikan tetapi sedikit sekali dibandingkan dengan bulan Januari dan
Pebruari. Menurut MOTODA (1957) faktor-faktor penting di daerah tro-
pika yang mempengaruhi variasi produksi plankton adalah :

(1) curah hujan yang membawa zat hara (nutrient) dari darat ke laut
melalui sungai dan (2) adanya pengadukan perairan disebabkan oleh
angin yang kuat sehingga zat hara di dasar laut terbawa keatas, hal ini
terjadi di laut dangkal. Sedangkan di laut dalam dengan adanya suatu
proses yang disebut "upwelling" dapat membawa zat hara dari yang ter-
timbun di lapisan bawah kepermukaan. Pada peristiwa terjadinya pun-
cak-puncak kepadatan fitoplankton pertama (Oktober) dan, kedua (Ja-
nuari - Pebruari) seperti telah dijelaskan diatas faktor pertamalah yang
memegang peranan. Peristiwa serupa didapatkan juga oleh THAM (1953)
di Selat Singapura, GEORGE (1953) di pantai Calicut, CHUA (1970) di
Muara Ponggol. Sedangkan peristiwa terjadinya puncak yang ketiga
pada bulan Mei mungkin disebabkan oleh kombinasi antara faktor per-
tama dan kedua. Hal tersebut dapat diterangkan demikian :

Pada bulan Desember - Januari - Pebruari adalah musim Barat, di-
mana angin Barat bertiup kencang menyebabkan terjadinya pengadukan
massa air, sehingga zat hara yang mengendap di dasar laut naik ke-
lapisan atas ditambah Iagi bahwa bulan-bulan tersebut juga musim hujan
sehingga terjadi penyuburan oleh air dari daratan yang dibawa oleh
sungai-sungai menyebabkan kadar zat hara di daerah tersebut sangat
tinggi. Kadar zat hara yang tinggi ini mungkin baru terpakai secara
penuh pada bulan Mei sebab pada bulan April - Mei musim hujan telah
berakhir sehingga intensitas cahaya menjadi tinggi. Hal tersebut meng-
akibatkan produksi fitoplankton mencapai harga maksimal dengan jum-
lah sel 2.443.734 sel/m3 dan volume endapan 18.842 cc/m3. Hal-hal yang
telah dikemukakan diatas mungkin terlihat lebih jelas jika pengamatan
terhadap kadar zat hara (fosfat dan nitrat) juga dilakukan. Peristiwa
yang agak serupa pernah didapatkan oleh PATUMMARNLUCKANA dan
SUVAPEPUN (1971) di Teluk Siam. Mereka mendapatkan produksi fito-
plankton tertinggi pada bulan Maret. Saat tersebut adalah akhir dari
musim Timur Laut yang mulai pada bulan Nopember dan mencapai pun-
caknya pada bulan Januari. Musim Timur Laut ini menyebabkan ter-
jadinya "upwelling" yang membawa zat hara ke perairan tersebut dan di-
ikuti dengan produksi plankton yang tinggi pada bulan Maret.

11


UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Sdr. Djoko P.
Praseno, Kepala Bagian Planktonologi, Lembaga Oseanologi Nasional,
atas izin yang diberikan untuk mengolah data plankton tersebut. Ucap-
an yang sama penulis sampaikan kepada Sdr. R. Kastoro yang telah
mengizinkan penggunaan data hidrologi dari perairan tersebut.



DAFTAR PUSTAKA

ALLEN, W.F. and E.E. CUPP 1935. Plankton diatoms of the Java Sea. Ann. du Jard. Bot.
Buitenzorg 44(2): 1-174.

CHUA, T.E. 1970. A preliminary study on the plankton of the Ponggol estuary,
Hydrobiologia 35(2): 2i54 - 272.

CSIRO, AUSTRALIA 1971. Atlas of the South Pacific diatoms and dinoflagellates.
(Unpublished).

CUPP, E.E. 1943. Marine plankton diatoms of the west coast of North America.
Bull. Scripps Inst. Oceanogr. Univ. California 5(1): 1-138.

DAKIN, W.J. and A.N. COLEFAX 1940. The plankton of the Australian coastal waters
off New South Wales, Pt. I. Publ. Univ. Sydney Dept, ZooL Monogr. 1 :
1 - 211.

GEORGE, P.C. 1953. The marine plankton of the coastal waters of Calicut with ob-
servation on the hydrological conditions. J. Zool. Soc. India 5(1): 76 -107.

MARSHALL, S.M. 1933. The production of microplankton in the Great Barrier Reef
region. Great Barrier Reef Expedition 1928 -1929. British Mus. (Nat. Hist.)
Sci. Rep. 2(5): lll-157.

MENON, K.S. 1931. A preliminary account of the Madras plankton. Rec. Indian Mus.
33: 489-516.

MOTODA, S. 1957. An introduction to the study of marine plankton. Fac. Fish.,
Hokkaido Univ. Hakodate, Hokkaido: 1 - 90.

PATUMMARNLUCKANA, M. and S. SUVAPEPUN 19I71. On seasonal variation in the abun-
dance of plankton off the western coast of the Gulf of Thailand, 1969-1970. Symp.
Mar. Fish., Mar. Fish. Lab.: 1-21.

RUSSEL, F. and J.S. COLMAN 1934. The zooplankton. The composition of the zooplank-
ton of the reef lagoon Great Barrier Reef Expedition 1928 -1929. British Mus.
(Nat. Hist.) Sci. Rep. 2(6): 159-l76.

SVERDRUP, H.U.; M.W. JOHNSON and R.H. FLEMING 1961. "The Oceans: Their physics,
chemistry and general biology". Modern Asia Edit., Charles Tuttle & Co.,
Tokyo, 1 -1087.

THAM, A.K. 1953. A preliminary study of the physical, chemical and biological cha-
racteristics of Singapore Straits. Fish. Bull. Singapore 1(4): 1 - 60.

WOOD, E.J.F. 1958. Checklist of diatoms recorded from the Indian Ocean. CSIRO
Australia Div. Fish. Oceanogr., Rep. 36: 1-304.

YAMAJI, I. 1966. Illustrations of the marine plankton of Japan. Hoikusha, Osaka,
Japan: 1-369.

12


Komposisi, Kelimpahan dan Distribusi Ubur - Ubur (Scyphozoa) di
Pesisir Timur Surabaya

Dian Saptarini*, Aunurohim*, Ria Hayati1

Jurusan Biologi, Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya



ABSTRAK. Ubur- ubur (Scyphozoa) merupakan salah satu biota yang umum dijumpai di
perairan Indonesia termasuk pesisir timur Surabaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
komposisi, kelimpahan dan distribusi ubur-ubur pada tahap medusa (scyphomedusae) di pesisir
timur Surabaya. Pengambilan sampel scyphomedusae dilakukan pada bulan Nopember hingga
Desember 2010 menggunakan jaring NORPAC, Gillnets, dan Pushnets. Hasil penelitian
menunjukkan terdapat 5 genus scyphomedusae di pesisir timur Surabaya, yakni Acromitus,
Catostylus, Rhopilema, Cyanea, dan Chrysaora. Komposisi scyphomedusae pada titik sampling
dekat dari pantai (± 0,5 Km) disusun oleh Acromitus, Catostylus, dan Rhopilema, dengan
kelimpahan scyphomedusae sebanyak 792 individu (terdiri atas: 441 individu Acromitus, 338
individu Catostylus dan 13 individu Rhopilema). Sedangkan komposisi scyphomedusae pada titik
sampling jauh dari pantai (± 1,5 Km) disusun oleh Acromitus, Catostylus, Rhopilema, Cyanea, dan
Chrysaora dengan kelimpahan scyphomedusae sebanyak 303 individu (terdiri atas: 117 individu
Acromitus, 86 individu Catostylus. 22 indidvidu Rhopilema, 43 indidvidu Cyanea, dan 36 indidvidu
Chrysaora). Berdasarkan analisa kanonikal dengan PCA diketahui bahwa genus Acromitus dan
Catostylus cenderung terdistribusi pada titik sampling dekat garis pantai, sedangkan genus
Rhopilema, Cyanea dan Chrysaora cenderung terdistribusi pada titik sampling jauh garis pantai.



Kata kunci: scyphozoa, scyphomedusae, pesisir timur Surabaya











1. Pendahuluan


Ubur-ubur merupakan salah satu
anggota terbesar dari hewan Cnidaria dan
paling mencolok di daerah pelagis (Tahera
and Kazmi, 2006) dan sering pula dijumpai
di perairan pesisir (Uchida, 1954; Brewer,
1989; Barz & Hirche, 2007). Awalnya
phylum Cnidaria dibagi menjadi empat kelas:
Anthozoa, Hydrozoa, Scyphozoa, dan
Cubozoa (George & George, 1997), dan pada
tahun 2004, kelas kelima ditambahkan:
Staurozoa (Marques and Collins, 2004).
Kebanyakan ubur-ubur yang ditemukan
merupakan anggota dari kelas Scyphozoa
yang berada dalam fase medusa
(scyphomedusa). Kelas Scyphozoa terdiri
atas tiga ordo: Coronatae, Semaeostomeae
dan Rhizostomeae (Collins et al, 2006), dua
puluh famili, enam puluh enam genus, dan
lebih dari 190 spesies (Cnidaria Tree of Life
Project, 2009). Coronatae merupakan ubur-
ubur yang dapat hidup di laut dalam dan zona
pelagik, oleh karena itu Coronatae
berdistribusi secara luas, seperti di Laut
Cina, Samudra India, perairan Pasifik Tropik
dan perairan Caribbean di Meksiko (Mayer,
1910; Hale, 1999; Puertas et al, 2008).
Beberapa genus dari Semaeostomeae
menempati perairan Artik dan Antartika
hingga perairan dingin, dan genus lainnya
tersebar secara luas seperti halnya Aurelia
yang dapat ditemukan di seluruh perairan
hangat dan estuari (Matanoski, 2004). Ordo
Rhizostomeae ditemukan di perairan dangkal
di daerah perairan tropik dan perairan hangat
seperti di perairan Yunani, Mediterania, dan
Indonesia (Hale, 1999; Frangou et al, 2006;
Schembri et al, 2010; Mujiono, 2010).

Sebagai sumberdaya hayati laut yang
potensial, ubur-ubur selama ini belum
dieksploitasi secara optimal (Ario dkk, 1997).


Laporan ilmiah ubur-ubur mengenai
pemanfatannya dalam bidang ekonomi
dilaporkan oleh Mujiono (2010), yang juga
menyebutkan terdapat sekitar delapan jenis
ubur-ubur di sekitar Jawa, yakni
Crambionella sp., Chrysaora sp., Mastigias
papua, Phyllorhiza punctata, Catostylus
townsendi, Acromitus flagellatus, Lycnorhiza
malayensis, Versuriga anandyomen.
Beberapa jenis ubur-ubur merupakan produk
perikanan yang dapat dikonsumsi, yakni
ubur-ubur jenis Crambionella, Rhopilema,
Rihizostoma, Cephea, Crambione,
Lobonema, Lobomenatoides, Catostylus,
Neopilema, dan Stomolophus (Omori &
Nakano, 2001). Ubur-ubur yang dapat
dikonsumsi lebih banyak ditemukan di
wilayah yang memiliki rentang pasang-surut
yang besar, perairan dangkal, masa air yang
agak tertutup, adanya aliran air tawar dari
sungai dan rawa mangrove (Omori &
Nakano, 2001).

Pesisir timur Surabaya merupakan
daerah pesisir yang yang berbatasan langsung
dengan selat Madura. Pesisir timur Surabaya
merupakan kawasan pesisir dengan enam
muara besar, sehingga memiliki ekosistem
estuarine (perairan payau) dan marine
(lautan). Perairan pesisir timur Surabaya
memiliki beberapa karakteristik, yakni
topografi perairan yang landai, dan memiliki
arus laut yang relatif tenang karena termasuk
dalam perairan selat madura (Muhsonim &
Nuraini, 2006). Ario dkk (1997) dan
Yulianda dkk (1994), melaporkan bahwa
parameter lingkungan yang berpengaruh pada
kelimpahan dan distribusi ubur-ubur adalah
arus laut dengan rentang kecepatan optimum
pada 15-16,5 cm/det. Berdasarkan kecepatan
arus tersebut, maka pesisir timur Surabaya
dapat digolongkan sebagai perairan dengan
kondisi lingkungan yang menunjang bagi
keberadaan ubur-ubur dengan rentang
kecepatan arus tahun 2009 sebesar 0,26 –
46,1 cm/det (BMKG, 2010). Berdasarkan
informasi dari nelayan sekitar pesisir timur
Surabaya, diketahui bahwa sering dijumpai
scyphomedusae di perairan tersebut.

Meskipun keberadaan ubur-ubur di
Indonesia relatif melimpah, namun ubur-ubur
merupakan salah satu kelompok invertebrata
yang sering diabaikan, sehingga informasi
mengenai sumberdaya biota ubur-ubur relatif
sedikit. Informasi mengenai komposisi jenis,
kelimpahan dan distribusi ubur-ubur di
pesisir timur Surabaya berguna untuk
mengetahui sumberdaya biota
scyphomedusae di area perairan tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
komposisi, kelimpahan, dan distribusi ubur-
ubur di pesisir timur Surabaya.



2. Metodologi


Pengambilan sampel dilakukan pada
bulan November - Desember 2010 dengan
rentang pengambilan dua minggu sekali pada
pukul 06.00-11.00 WIB. Lokasi pengambilan
sampel adalah pantai Suramadu, kecamatan
Tambak Wedi, pantai Kenjeran, kecamatan
Kenjeran, pantai Keputih, kecamatan
Sukolilo, pantai Wonorejo dan Medokan
Ayu, kecamatan Rungkut, serta pantai
Gunung Anyar Tambak, Kecamatan Gunung
Anyar, Surabaya, Jawa Timur (Gambar 3.1).
Tempat yang dipilih untuk pengambilan
sampel adalah 0,5 Km dan 1,5 Km dari
muara kali muara kali kedinding (titik 1 dan
titik 2), muara kali Sari Timur (titik 9 dan
titik 10), muara kali Sari Damen (titik 12 dan
titik 13), muara kali Bokor (titik 14 dan titik
15), muara kali Jagir (titik 17 dan titik 18),
dan muara kali Tambak Oso, Kebon Agung,
dan Medayu (titik 19 dan titik 20) , serta 0,5
Km dan 1,5 Km dari garis pantai (titik 3, titik
4, titik 5, titik 6, titik 7 titik 8, titik 9, titik 10,
titik 15, titik 16, titik 21, dan titik 22).
Analisis laboratorium dilakukan di
Laboratorium Ekologi Jurusan Biologi
FMIPA ITS Surabaya.

Titik sampling dengan jarak 0,5 Km
dari garis pantai dikategorikan sebagai titik
sampling dekat garis pantai, sedangkan titik
sampling dengan jarak 1,5 Km dari garis


C:\Users\ria\Documents\surabaya fix.jpg
pantai dikategorikan sebagai titik sampling
jauh dari garis pantai. Pengkategorian
tersebut dikarenakan adanya perbedaan pada
dua kategori perairan tersebut yang
didasarkan pada pengamatan visual
dilapangan, yakni ubur-ubur lebih sering
dijumpai dengan jumlah relatif lebih banyak
pada jarak 0,5 Km dari garis pantai
dibandingkan pada jarak 1,5 Km dari garis
pantai serta dijumpainya karakteristik
perairan dengan kecerahan yang lebih rendah
pada jarak,5 Km dari garis pantai
dibandingkan pada jarak 1,5 Km. Hal ini
mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan
parameter lingkungan pada dua kategori
perairan tersebut karena adanya pengaruh
dari daratan yang lebih benyak pada titik
sampling dekat garis pantai dibandingkan
titik sampling jauh garis pantai.

Gambar 2.1 Lokasi pengambilan sampel ubur – ubur (fase medusa/ scyphomedusae) (modifikasi
dari Google Earth)



Pengambilan sampel ubur-ubur (fase medusa/
scyphomedusae) dilakukan dengan
memperhatikan beberapa aspek fisikokimia
dan hidrooseanografi. Faktor fisik kimia
meliputi suhu, salinitas, kecerahan, dan pH.
Faktor hidrooseanografi yaitu kecepatan arus
di tiap lokasi pengambilan.

 Suhu diukur dengan menggunakan
termometer raksa dengan tingkat ketelitian
10C. Salinitas diukur dengan menggunakan
hand-refracto salinometer ATC FG-217
dengan tingkat ketelitian hingga 1‰ .
Tingkat kecerahan diukur dengan
menggunakan Secchi disk. pH diukur dengan
menggunakan kertas pH, sedangkan untuk
kecepatan arus diukur dengan menggunakan
pelampung yang direkatkan dengan tali
sepanjang 2 meter dan dihanyutkan pada
permukaan perairan tiap titik sampling, untuk
kemudian diukur waktunya.

 Sampling scyphomedusae dilakukan
pada permukaan air hingga kedalaman ± 2
meter dengan menggunakan gill-nets (Ø =
1,5 cm) dan push-nets (Ø = 3 cm) dengan
rentang waktu selam 10-15 menit, serta
menggunakan jaring NORPAC (mesh size
150 µm) yang ditarik secara horizontal pada
permukaan air selama 2 menit. Sampling
dilakukan pada waktu yang sama yakni di
pagi hari (pukul 06.00- 11.00 WIB).

 Sampel scyphomedusae yang didapat
pada pengambilan dengan gill-nets dan push-
net disimpan dalam botol sample (250 mL)
dan diawetkan dalam buffer formalin 10%
(Martinelli et al, 2008). Sedangkan sampel
scyphomedusae yang didapat pada
pengambilan dengan jaring NORPAC
disimpan dalam botol sampel (60-70 mL) dan
diawetkan dalam buffer formalin 10%.
Pengamatan dan pemilahan (sortir)


scyphomedusae dilakukan di Laboratorium
Ekologi Jurusan Biologi FMIPA ITS
Surabaya. Sortir scyphomedusae yang
mikroskopik dilakukan dengan bantuan
stereomicroscope@ Olympus SZ51.
Identifikasi dilakukan hingga tingkat genus
dilakukan dengan compound microscope@
Olympus CX2. Proses identifikasi
menggunakan buku acuan The Medusae Of
The World (Mayer, 1910), Synopsis Of The
Medusae Of The World (Kramp, 1961), dan
The Medusae of The British Isles (Russell,
1970).

Rancangan penelitian adalah bersifat
deskriptif kuantitatif. Untuk mengilustrasikan
distribusi scyphomedusae dapat
menggunakan Metode Ordinasi dengan
menggunakan program Canoco for Windows
3.5. Langkah awalnya berupa pembuatan
tabel data menggunakan Microsoft Excel
2007 pada worksheet dengan mencantumkan
data titik sampling dengan genus-genus yang
ditemukan beserta jumlahnya. Kemudian
worksheet tersebut di-export ke dalam format
Canoco melalui WCanoImp. Selanjutnya
ditentukan metode ordinasi dengan uji
detrending menggunakan DCA (Detrended
Correspondence Analysis). Setelah data
diordinasikan akan diketahui Lenght of
Gradient sebagai suatu nilai untuk
memodelkan data. Ketika Lenght of Gradient
< 3 maka digunakan metode Linier akan
tetapi ketika Length of Gradient > 4 maka
digunakan metode Unimodal. Length of
gradient dengan nilai antar 3 – 4 dapat
menggunakan metode Linier ataupun
Unimodal dengan metode yang lebih
direkomendasikan adalah metode Linier.
Ordinasi data selanjutnya disesuaikan dengan
hasil uji detrending, jika metode linier maka
dilanjutkan pada mode PCA (Principal
Componens Analisis), jika metode unimodal
maka dilanjutkan pada mode
Correspondence Analysis (CA). Hasil
running melalui CANOCO dapat
diilustrasikan dalam bentuk diagram (grafik)
melalui input data ke CanoDraw (Leps,
1953).



3. Hasil dan Pembahasan


Keanekaragaman Jenis Scyphomedusae Tingkat Genus

Pengamatan sampel scyphomedusae
yang diperoleh berdasarkan The Medusae of
the World (Mayer, 1910), Synopsis of the
Medusae Of The World (Kramp, 1961), dan
The Medusae of the British Isles (Russell,
1970), teridentifikasi adanya 5 genus dari 4
famili dan 2 ordo. Genus-genus tersebut
berupa Acromitus, Catostylus, Rhopilema,
Chrysaora, dan Cyanea. Genus Acromitus
dan Catostylus termasuk dalam famili
Catostylidae karena lengan mulut-nya (oral
arm) berbentuk piramidal tanpa adanya
perpanjangan dari oral arm tersebut (Kramp,
1961). Genus Rhopilema termasuk dalam
famili Rhizostomatidae karena memiliki
manubrium dan perpanjangan lengan pada
tiap oral arm-nya (Russell, 1970). Genus
Chrysaora termasuk dalam famili Pelagiidae
karena adanya tentakel yang tumbuh pada
tepi payungnya dengan oral arm yang
berjumbai panjang (Russell, 1970).
Selanjutnya, genus Cyanea termasuk dalam
famili Cyaneidae karena memiliki tentakel
yang tumbuh dari permukaan subumbrella
dengan oral arm yang berlipat – lipat
(Russell, 1970).

Genus Acromitus, Catostylus dan
Rhopilema termasuk dalam ordo
Rhizostomeae karena tidak memiliki tentakel
pada tepi payungnya namun dilengkapi oral
arm berbentuk triangle yang meruncing ke
arah ujungnya serta tidak dijumpainya
bukaan mulut di tengah subumbrella (Kramp,
1961). Genus Chrysaora dan Cyanea
termasuk dalam ordo Semaeostomeae karena
memiliki tentakel pada tepi payung dengan 4
oral arm yang berjumbai atau berlipat-lipat
tanpa adanya coronal groove (Russell, 1970).

Genus Acromitus (Gambar 3.1)
memiliki exumbrella dengan sedikit granula
serta memiliki subgenital berbentuk hati.
Lengan mulut (oral arm) Acromitus memiliki


panjang sama dengan diameter payung
dengan ujung berfilamen yang panjang
(Gambar 3.1.e). Intrasirkular kanal
Acromitus bercabang dan berhubungan
dengan ring kanal dan rhopolar kanal
(Kramp, 1961) (Gambar 3.1.g). Individu-
individu dari genus Acromitus yang
ditemukan tidak menyengat.



Gambar3.1 Foto genus Acromitus. 1: bagian apikal; 2: bagian basal; a: exumbrella; b: gonad;
c:subumbrella; d:oral arm; e: flagella pada ujung oral arm; f: rhopalia; g: ring kanal (Dokumentasi
pribadi, 2010).

Genus Catostylus (gambar 3.2)
memiliki exumbrella yang bergranula di
bagian tepi (marginal), namun tidak dijumpai
dibagian pusat (gambar 3.2.f). Ujung oral
arm Catostylus tumpul tanpa adanya
appendage ataupun filament (gambar 3.2.d).
Genus Catostylus yang dijumpai memiliki
bercak-bercak coklat kekuningan dibagian
marginal exumbrella, beberapa spesies dari
genus Catostylus diketahui bersimbion
dengan zooxhantellae sehingga menghasilkan
titik titik warna coklat-kekuningan (von
Lendenfeld, 1884 dalam Dawson, 2005).
Sama halnya dengan Acromitus, bagian basal
manubrium Catostylus menyatu dengan
lengan mulut sehingga tidak dijumpai central
mouth (Richmond, 1997 dalam WoRMS,
2010).



Gambar 3.2 Foto genus Catostylus. a: exumbrella; b: gonad; c: subumbrella; d:oral arm;
e:rhopalia; f: exumbrella bergranula (Dokumentasi pribadi, 2010).



Genus Rhopilema (Gambar 3.3)
memiliki karakteristik khusus, yakni
appendage seperti perpanjangan lengan pada
oral arm yang tumpul (Gambar 3.3.d) serta
pusat exumbrella yang tak bergranula,
berwarna merah kecoklatan dan terkadang di
bagian marginal dijumpai pula titik – titik
coklat (Kramp; 1961; Cairns et al, 2003
dalam Sea Life Base, 2010). Rhopilema
memiliki Jaringan kanal yang luas dan
interradial kanal (Gambar 3.3.f) yang luas
sesuai dengan ukurannnya yang relatif besar.
Subumbrella Rhopilema berscapula dengan
manubrium dan di setiap octan terdapat 6-16
rhopalia (Kramp, 1961).




Gambar 3.3 Foto genus Rhopilema. a: exumbrella; b: subumbrella; c: oral arm; d: appendage pada
ujung oral arm; e: rhopalia; f: interradial kanal (Dokumentasi pribadi, 2010).



Berbeda dengan Genus Rhopilema,
Acromitus dan Catostylus yang tidak
memiliki tentakel, genus Chrysaora dan
Cyanea (Gambar 3.4 dan gambar 3.5)
memiliki tentakel yang masing-masing
berbeda letak tentakelnya. Chrysaora
memiliki tentakel di bagian marginal
sebanyak 3-9 tentakel (Kramp, 1961)
(Gambar 3.4.g). Genus Chrysaora dilengkapi
dengan 8 rhopalia (Gambar 3.4.h) dan
nematosit di subumbrella (Gambar 3.4.f),
selain di bagian oral arm dan tenatakel
(Kramp; 1961; Russell, 1970).



Gambar 3.4 Genus Chrysaora. a: exumbrella; b: gonad; c: oral arm; d: central mouth; e:
subumbrella; f: nematosit (subumbrella); g: tentakel; h: rhopalia (Dokumentasi pribadi,
2010).

Genus Cyanea memiliki tentakel
yang berkelompok secara radial di delapan
bagian subumbrellanya (Kramp, 1961)
(Gambar 3.5.e). Jaringan otot radial dan
sirkular pada Cyanea dapat dijumpai di
bagian subumbrella (Gambar 3.5.f dan g)
serta memiliki 8 rhopalia (Russell, 1970).



Gambar 3.5 Genus Cyanea. a: exumbrella; b: subumbrella; c: oral arm; d: rhopalia; e. tentakel;
f.otot sirkular; g. otot radial (Dokumentasi pribadi, 2010).



Parameter Lingkungan

Pengukuran parameter lingkungan di
22 titik sampling memperlihatkan adanya
pengelompokan data pada titik sampling
yang dekat garis pantai (0,5 Km) dengan titik
sampling yang jauh garis pantai (1,5 Km).
Hasil pengukuran parameter lingkungan
tersaji dalam tabel 3.1.




Tabel 3.1 Parameter Fisik, Kimia dan Hydrooseanografi

Kategori

Titik

Suhu (°C)

pH

Salinitas (‰)

Kecepatan arus
(cm/s)

Kecerahan (cm)

Dekat
garis
pantai
(0,5
Km)


1

29,5

6,75

28,25

11,08

38

4

29,5

6,5

28,5

10,13

49,5

5

29,5

6,5

27,25

7,56

50,75

8

29,75

7

28,75

9,64

46

9

29,75

6,75

28,25

11,43

38

12

29,5

6,5

28

12,43

32,5

13

29,5

6,5

27,5

10,02

35,5

16

30,25

6,75

26,5

9,39

53,5

17

30

6,75

25

10,21

43,75

20

30,25

6,5

23,75

10,43

45

21

30,5

6,75

26,5

7,48

45

Jauh
garis
pantai
(1,5
Km)


2

29,5

6,5

30,5

21,44

61

3

29,75

6,75

30,25

17,26

64

6

30,5

6,75

30,5

13,79

58,88

7

30,13

6,75

30,5

11,3

58,25

10

30

7

30,5

8,89

58,75

11

29,75

7

30,5

9,7

57,5

14

29,5

7

30,25

8,61

72,25

15

30

7,25

30

13,18

74,25

18

30,25

7,25

29,5

10,92

75,75

19

30,5

7

29

13,86

77

22

30,5

7,25

30,5

13,07

75,75





Rentang rata-rata pengukuran suhu di
ke 22 titik sampling adalah 29.5 – 30.5°C.
Titik sampling yang dekat dari garis pantai
memiliki rentang suhu antara 29,5 – 30, 5 °C
dengan rata-rata sebesar 29,82°C, tidak
berbeda jauh dengan rentang suhu pada titik
sampling yang jauh dari garis pantai yakni
antara 29,5 – 30,5°C dengan rata-rata sebesar
30,03°C. Rantang suhu di ke-22 titik
sampling tersebut sesuai dengan toleransi
suhu scyphomedusae yakni antara 6°C - 31°C
dengan suhu optimum 19°C (Manuputty,
1988; Hyman, 1940 dalam Ario dkk, 1997),
sehingga rentang suhu di ke-22 titik tersebut
masih sesuai bagi kelangsungan hidup
scyphomedusae. Temperatur dapat
berpengaruh secara tidak langsung yakni
pada aktifitas memangsa, dan secara
langsung dengan mempengaruhi aktifitas
metabolismenya (Brewer, 1989).



Nilai pH pada ke-22 titik sampling
memiliki rentang antara 6.50 – 7.25. Sama
halnya dengan suhu, perbedaan rata-rata pH
pada dua tipe titik sampling juga tidak
ekstrim. Rata-rata pH pada titik sampling
yang dekat dari garis pantai adalah 6,66.
Sedangkan rata-rata pH pada titik sampling
yang jauh dari garis pantai adalah 6,95. Atrill
et al (2007) melaporkan bahwa populasi
scyphomdusae dapat meningkat pada pH
yang rendah akibat pengaruh tidak langsung,
yakni keterkaitan antara pH dengan masukan
air di perairan. Selain itu, terdapat pengaruh
langsung pH terhadap peningkatan daya
tahan hidup scyphomedusae, yakni dengan
terbentuknya statolith pada scyphomedusa
yang berperan sebagai bagian pada organ
keseimbangan. Hal ini mengindikasikan
bahwa pH yang rendah pada perairan pesisir
timur Surabaya secara tidak langsung dapat


memberikan dampak yang positif bagi
kelangsungan hidup scyphomedusae. Serta,
dijumpainya scyphomedusae di pesisir timur
Surabaya mengindikasikan juga toleransi
scyphomedusae terhadap pH asam (7< pH
>6,5).

Rentang rata-rata salinitas di ke-22
titik adalah 23,75 – 30,50‰. Titik sampling
pada perairan yang dekat dengan garis pantai
memiliki rata-rata salinitas sebesar 27,07‰.
Sedangkan titik sampling pada perairan yang
jauh dengan garis pantai memiliki rata-rata
salinitas sebesar 30,18‰. Scyphomedusae
dapat dijumpai di perairan estuari pada
salinitas 10‰ - 23‰ seperti beberapa
spesies Catostylus (Pitt & Kingsford, 2000),
begitu pula dengan Rhopilema yang merilis
planulanya di daerah estuari dengan rentang
salinitas 14‰ - 20‰ (Lu et al, 1989 dalam
Dong et al, 2008) dan juga Cyanea yang bisa
dijumpai di perairan estuari dengan salinitas
21,5‰ - 25‰ (Colin & Kremer, 2002).
Selain itu, beberapa scyphomedusae seperti
Chrysaora dan Cyanea dapat dijumpai di
perairan laut dengan salinitas hingga 34%
(Barz & Hirche, 2007). Toleransi
scyphomedusae terhadap salinitas karena
kemampuan scyphomedusae mengatur
keseimbangan kadar garam dalam tubuhnya
dengan lingkungan sekitar yakni dengan
mengontrol jumlah garam yang masuk dan
keluar tubuhnya bersama air laut (Manuputty,
1988). Oleh karenanya, rentang salinitas di
pesisir timur Surabaya dianggap masih sesuai
bagi kelangsungan hidup scyphomedusae.

Kisaran kecepatan arus di ke-22 titik
sampling adalah antara 7,48 – 21,44 cm/s.
Perbandingan rata-rata kecepatan arus pada
titik sampling yang dekat garis pantai dengan
titik sampling yang jauh garis pantai cukup
berbeda. Yakni kecepatan arus pada titik
sampling yang dekat garis pantai sebesar 9,98
cm/s, sedangkan kecepatan arus pada titik
sampling yang jauh garis pantai sebesar
12,91 cm/s. Kisaran kecepatan arus di ke-22
titik sampling masih sesuai bagi kehidupan
scyphomedusae. Hal ini didukung oleh
penelitian Ario dkk (1997) yang menjumpai
scyphomedusae pada kisaran kecepatan arus
antara 7,8 – 19,2 cm/s.

Kecerahan di ke-22 titik sampling
berkisar antara 32,5- 77 cm. Titik sampling
yang dekat dengan garis pantai memiliki rata-
rata kecerahan sebesar 43,41 cm, sedangkan
pada titik sampling yang jauh garis pantai
memiliki rata-rata kecerahan sebesar 66,67
cm. Kecerahan berpengaruh bagi beberapa
jenis scyphomedusae, seperti Acromitus dan
Catostylus yang bersimbiosis dengan
zooxhantellae guna fotosintesis oleh alga
tersebut. Namun sebagai tactile predator,
yakni organisme yang memangsa dengan
menggunakan nematosit untuk merasakan
keberadaan mangsanya ketika disentuh
(Albert, 2011), scyphomedusae yang tidak
bersimbiosisi dengan zooxhantellae tidak
bergantung terhadap cahaya untuk mencari
mangsa (Arai, 1997 dalam Hale, 1999).

Komposisi dan Kelimpahan Scyphomedusae

Total jumlah individu dari seluruh
scyphomedusae yang di jumpai di ke-22 titik
sampling adalah 1095 individu, yang disusun
oleh genus Acromitus (558 individu:
50,96%), Catostylus (442 individu: 38,72%),
Rhopilema (35 individu: 3,20%), Cyanea (43
individu: 3,93%), dan Chrysaora (35
individu: 3,20%) (Tabel 3.2). Berdasarkan
hasil pengamatan, dijumpai adanya
perbedaan persebaran scyphomedusae di dua
tipe titik sampling, yakni titik sampling yang
dekat garis pantai dan jauh garis pantai.
Scyphomedusae paling banyak dijumpai di
titik sampling yang dekat dengan garis
pantai, yakni sebanyak 792 individu yang
terdiri dari 441 individu genus Acromitus,
338 individu Catostylus dan 13 individu
Rhopilema (Gambar 3.6a). Sedangkan pada
titik sampling yang jauh dengan garis pantai
dijumpai scyphomedusae sebanyak 303
individu yang terdiri dari 117 individu genus
Acromitus, 86 individu Catostylus, 22


individu Rhopilema, 43 individu Cyanea, dan 36 individu Chrysaora (Gambar 3.6b).



Gambar 3.6 Diagram kelimpahan genus scyphomedusae pada (a) titik sampling dekat garis pantai
dan pada (b) titik sampling jauh garis pantai.

Tabel 3.2 Komposisi dan kelimpahan scyphomedusae di pesisir timur Surabaya

Kategori

Genus



 Titik

Acromitus

Catostylus

Rhopilema

Cyanea

Chrysaora

Dekat
garis
pantai
(0,5
Km)


1

1

4

0

0

0

4

11

10

4

0

0

5

57

27

0

0

0

8

49

23

0

0

0

9

123

106

0

0

0

12

48

28

0

0

0

13

43

30

0

0

0

16

34

52

5

0

0

17

3

0

1

0

0

20

5

2

3

0

0

21

67

56

0

0

0

Total

441

338

13

0

0

792

Jauh
garis
pantai
(1,5
Km)


2

0

0

0

0

0

3

0

1

0

0

0

6

4

4

6

5

3

7

15

14

2

6

6

10

81

52

7

4

4

11

0

1

2

11

7

14

5

0

1

4

3

15

0

0

2

10

8

18

0

0

0

3

4

19

11

11

2

0

0

22

1

3

0

0

0





Total

117

86

22

43

35

303

Total (S)

1095

KR (%)

50.96

38.72

3.20

3.93

3.20



 *KR: kelimpahan relatif

Komposisi scyphomedusae di titik
sampling jauh garis pantai yang disusun oleh
Acromitus, Catostylus, Rhopilema, Cyanea,
dan Chrysaora sedangkan komposisi
scyphomedusae di titik sampling dekat garis
pantai yang disusun oleh Acromitus,
Catostylus, dan Rhopilema. Perbedaan
penyusun komposisi di kedua tipe perairan
tersebut diduga berkaitan dengan adanya
perbedaan kecepatan arus di perairan titik
sampling jauh garis pantai dengan kecepatan
arus di titik sampling dekat garis pantai.


Kecepatan arus akan mempengaruhi
pergerakan horizontal ubur-ubur, yakni disaat
arus besar maka ubur-ubur akan cenderung
bergerak kearah pantai (Ario dkk, 1997).
Kecepatan arus yang relatif kecil di titik
sampling dekat garis pantai diduga lebih
berpengaruh terhadap Acromitus, Catostylus
dan beberapa Rhopilema yang berukuran
relatif lebih kecil dibandingkan Cyanea,
Chrysaora dan Rhopilema dengan ukuran
besar (Kramp, 1961). Sehingga di titik
sampling dekat garis pantai hanya disusun
oleh genus Acromitus, Catostylus dan
Rhopilema berbeda dengan titik sampling
jauh garis pantai yang disusun tidak hanya
oleh ketiga genus tersebut tetapi juga oleh
Cyanea dan Chrysaora.

Secara keseluruhan, didapat
kelimpahan relatif genus Acromitus dan
Catostylus sebesar 50,96% dan 38,72%.
Dimana 40,27% Acromitus dan 30,87%
Catostylus tersebut dijumpai di titik sampling
dekat garis pantai. Hal ini berkaitan dengan
titik sampling yang dekat garis pantai
merupakan daerah yang disukai oleh kedua
genus tersebut karena merupakan periaran
estuari dan berlumpur (Hale, 1999). Raj
(2006) juga menyebutkan Acromitus sebagai
scyphomedusae yang biasa dijumpai di
perairan estuari.

Berbeda halnya dengan Acromitus
dan Catostylus yang dijumpai relatif
melimpah, genus Rhopilema, Chrysaora dan
Cyanea didapati dengan kelimpahan relatif
yang kecil meskipun parameter lingkungan
terukur (tabel 3.1) sesuai bagi kehidupan
scyphomedusae. Hal tersebut diduga
berkaitan dengan hubungan keberadaan
scyphomedusae terhadap musim (Brewer,
1989; Ario dkk, 1997; Kinoshita et al, 2005;
Suchman & Brodeur, 2005), karena
scyphomedusae mengalami reproduksi
aseksual di musim tertentu terkait dengan
siklus hidupnya (Mills, 2001 dalam Barz &
Hirche, 2007). Di perairan tropis, Acromitus
dapat dijumpai sepanjang tahun (Raj, 2006),
serta dijumpainya fase ephyra Catostylidae
pada penelitian ini di daerah dekat garis
pantai (titik 4), menujukkan adanya
kemungkinan populasi polip dan strobilisasi
Catostylidae pada daerah tersebut (Barz &
Hirche). Kemampuan bereproduksi
scyphomedusae pada suatu daerah
menunjukkan bahwa daerah tersebut
merupakan habitat scyphomedusae tersebut
(Uchida, 1954). Sedangkan Rhopilema
diperairan tropis dijumpai dibulan-bulan
tertentu pada musim kemarau. Hal tersebut
didasari oleh data daerah dan musim tangkap
scyphomedusae oleh Tokyo Costum House
selama tahun 1988 – 1999 (Omori & Nakano,
2001), menyatakan bahwa penangkapan
scyphomedusae tipe sand yang diperkirakan
sebagai Rhopilema hispidum oleh Omori &
Nakano (2001), adalah pada bulan Agustus –
Nopember di perairan Cirebon serta bulan
Maret – Mei dan September – Nopember di
perairan Tuban. Sehingga, mengindikasikan
bahwa waktu sampling pada penelitian ini
tidak berbarengan oleh musim dari
keberadaan Rhopilema.

Sama halnya dengan Rhopilema yang
dijumpai dibulan-bulan tertentu, Chrysaora
dijumpai dibulan September hingga Oktober
di perairan Jepara (Ario dkk, 1997) dan
Agustus hinggaSeptember di Teluk Banten
(Heriawan, 1994). Begitu pula dengan
Cyanea yang dijumpai dibulan Juli di
perairan Cina (Dong et al, 2008). Menurut
Brewer (1989), Cyanea dijumpai musiman
dengan rentang waktu sekitar 4 bulan dan
kemudian menghilang akibat mati. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa waktu
sampling pada penelitian tidak berbarengan
oleh musim dari keberadaan Chrysaora dan
Cyanea.

Disisi lain, adanya aktifitas manusia
berupa overfishing, pencemaran akibat
eutrofikasi ataupun limbah industri dan juga
aktifitas penyebrangan di pesisir timur
Surabaya dapat mempengaruhi kelimpahan
Scyphomedusae (Purcell et al, 2007). Pantai
Timur Surabaya yang merupakan bagian
besar dari daerah sampling pada penelitian
ini diketahui telah tercemar logam berat
merkuri (Hg) dan Tembaga (Cu) (Arisandi,


-1.00.4-
0.61.0AcromituCatostylRhopilemCyaneaChrysaor12345678910111213141516171819202122
2002). Toksisitas pada cemaran tersebut
dapat mengakibatkan penghambatan
pertumbuhan hingga kematian pada
organisme pesisir, termasuk scyphomedusae
(Matthiesen & Law, 2002). Masukan nutrien
dari aliran sungai, limbah pupuk dari tambak
dan juga hasil penguraian bahan organik dari
mangrove ke dalam perairan pesisir timur
Surabaya dapat menyebabkan terjadinya
eutrofikasi. Eutrofikasi menyebabkan
perubahan yang komplek pada jaring
makanan terkait dengan penurunan ukuran
tubuh zooplanlton akibat eutrrofikasi
sehingga kemudian mempengaruhi
organisme pada tingkat tropik diatasnya,
yakni scyphomedusae (Purcell et al, 2007).
Oleh karenanya kelimpahan Rhopilema,
Cyanea dan Chrysaora yang relatif kecil di
pesisir timur Surabaya dapat diakibatkan oleh
adanya kegiatan anthropogenic tersebut.

Analisis Kanonikal Kecenderungan Distribusi Scyphomedusae

Metode ordinasi dengan
menggunakan program Canoco for Windows
3.5 digunakan sebagai ilustrasi pemetaan
kecenderungan distribusi scyphomedusae di
tiap lokasi pengamatan serta hubungan
distribusi scyphomedusae dengan parameter
lingkungan, yakni suhu, salinitas, pH,
kecepatan arus, dan kecerahan. Berdasarkan
adanya persebaran data yang mengelompok
menjadi dua (Tabel 3.1dan Tabel 3.2), maka
titik sampling dapat dikelompokkan manjadi
titik sampling dekat garis pantai (0,5 Km dari
garis pantai, yakni titik 1, 4, 5, 8, 9, 12, 13,
16, 17, 20, dan 21) serta titik sampling jauh
garis pantai (1,5 Km dari garis pantai, yakni
2, 3, 6, 7, 10, 11, 14, 15, 18, 19, dan 22).

 Distribusi scyphomedusae
diilustrasikan dengan menggunakan diagram
PCA (Principal Componene Analysis)
(Hugget, 2004), karena nilai Length of
gradient dari analisa data jumlah individu
genus di tiap lokasi pengamatan
menggunakan DCA (Detrend
Correspondence Analysis) oleh program
Canoco for Windows 3.5 adalah 2, 492 (< 3).
Metode ordinasi dengan PCA menghasilkan
sistem koordinat (grafik plot acak) yang
menyediakan informasi mengenai
kecenderungan distribusi tiap genus pada
lokasi pengamatan (Gambar 3.7). Diagram
PCA di dukung oleh data jumlah individu
genus scyphomedusae yang ditemukan pada
tiap lokasi pengamatan (Tabel 3.2).



Gambar 3.7 Diagram ordinasi distribusi scyphomedusae di pesisir timur Surabaya menggunakan
PCA




Berdasarkan diagram ordinasi PCA, genus
Acromitus dan Catostylus cenderung
berdistribusi pada titik 9,10, 12, 13, dan 21.
Ke lima titik tersebut termasuk dalam lokasi
yang dekat garis pantai. Kecenderungan
distribusi Acromitus dan Catostylus pada titik
dekat garis pantai dikarenakan kedua genus
tersebut dikenal menyukai daerah estuari dan
berlumpur karena termasuk kedalam famili
Catostylidae (Hale, 1999).

 Sedangkan genus Rhopilema
cenderung berdistribusi di titik 6 dan 7,
diman kedua titik tersebut merupakan titik
yang jauh garis pantai. Genus Chrysaora dan
Cyanea memiliki kesamaan kecenderungan
berdistribusi pada titik 7, 11, dan 15. Ketiga
titik tersebut merupakan titik yang jauh
dengan garis pantai. Kecenderungan
distribusi genus Rhopilema, Cyanea dan
Chrysaora pada titik sampling diduga
sebagai akibat adanya pengaruh dari
kecepatan arus yang relatif lebih besar di titik
sampling jauh garis pantai dibandingkan titik
sampling dekat garis pantai terhadap ketiga
genus tersebut sejalan dengan ukuran
tubuhnya yang relatif lebih besar
dibandingkan dengan Acromitus dan
Catostylus (Kramp, 1961).



4. Kesimpulan


Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

- Hasil penelitian menunjukkan
scyphomedusae yang dijumpai di pesisir
timur surabaya adalah genus Acromitus,
Catostylus, Rhopilema, Cyanea, dan
Chrysaora.
- Komposisi scyphomedusae pada titik
sampling dekat garis pantai disusun oleh 3
genus (Acromitus, Catostylus, dan
Rhopilema), sedangkan pada titik sampling
jauh garis pantai komposisi scyphomedusae
disusun oleh 5 genus (Acromitus,
Catostylus, Rhopilema, Cyanea, dan
Chrysaora).
- Hasil kelimpahan tertinggi scyphomedusae
dijumpai pada titik sampling dekat garis
pantai dengan 792 individu, sedangkan
pada titik sampling jauh garis pantai dengan
303 individu.
- Hasil analisa kecenderungan distribusi
scyphomedusae dengan menggunakan PCA
memperlihatkan genus Acromitus dan
Catostylus lebih cenderung terdistribusi
pada titik sampling dekat garis pantai,
sedangkan genus Rhopilema, Cyanea, dan
Chrysaora lebih cenderung terdistribusi
pada titik sampling jauh garis pantai.


Ucapan Terima Kasih

Penelitian ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak, oleh karenanya diucapkan
terima kasih kepada Dr. Maria Elena
deBellard, Laboratorium Ekologi - Biologi
ITS, para Nelayan Kenjeran Lama- Surabaya
dan seluruh rekan-rekan yang telah
berpartisipasi dalam penyelesaian penelitian
ini.

Daftar Pustaka

Albert, David J. 2011. Whats on The Mind of
a Jellyfish? A Review of Behavioural
Observation on Aurelia sp. Jellyfish.
Neuroscience and Behavioral
Reviews 35: 474- 482

Anonim1. 2010. Coronatae.
http://uk.wikipedia.org/wiki/
Coronatae. diakses pada 12 Oktober
2010 pukul 17.05 WIB

Ario, Raden, Ali Djunaedi dan Wisnu
Wardana. 1997. Kajian Ekologis
Medusa Ubur-ubur (Jellyfish) Di
Perairan Jepara. Majalah Ilmu
Kelautan Vol. 2(1): 13-16

Arisandi, Prigi. 2002. Air, Udara, Dan Tanah
Surabaya Tercemar, Dibutuhkan
Sawunggaling Environmental Sense.
http://www.terranet.or.id/tulisandeti


l.php?id=1307. diakses pada 20 Juni
2011 pukul 12.25 WIB

Atrill, Martin J., Jade Wright and Martin
Edwards. 2007. Climate-related
Increases in Jellyfish Frequency
Suggest a More Gelatinous Future for
The North Sea. Limnol. Oceaogr., 52
(1): 480-485

Barnes, R. S. K., P. Calow, P. J. W. Olive, D.
W. Golding, and J. I. Spicer. 2001.
The Invertebrates: A Synthesis.
Third Edition. Blackwell Science:
United Kingdom

Barz, Kristina & Hirche, Hans-Jürgen. 2007.
Abundane, Distribution and Prey
Composition of Scyphomedusae in
The Southern North Sea. Mar Biol
151: 1021-1033

Boero, Ferdinando, Jean Bouillon and
Stefano Piraino. 2005. The Role of
Cnidaria In Evolution And Ecology.
Ital. J. Zool. 72: 65-71

Brewer, Robert H. 1989. The Annual Pattern
of Feeding, Growth, and Sexual
Reproduction in Cyanea (Cnidaria:
Scyphozoa) in the Niantic River
Estuary, Connecticut. Biol. Bull.
176:272 – 281

Cnidarian Tree Of Life Project. 2009.
Taxonomi.
http://cnidtol.com/node/95. Diakses
pada 15 September 2010 pukul 19.28
WIB

Colin, Sean P. & Kremer, Patricia. 2002.
Population Maintenance of The
Scyphozoan Cyanea sp. Settled
Planulae and the Disrtibution of
Medusae in The Niantic River,
Connecticut, USA. Estuaries. Vol.25,
No.1, p. 70-75

Collins Allen G., Peter Schuchert, Antonio C.
Marques, Thomas Jankwoski, Monica
Medina, and Bernd Schierwater. 2006.
Medusozoan Phylogeny and Character
Evolution Clarified by New Large and
Small Subunit rDNA Data and an
Assessment od The Utility of
Phylogenetic Mixture Models.
Sistematics Biologists 55 (1): 97-115

Dawson, Michael N. 2005. Morphologic and
Molecular Redescription of Catostylus
mosaicus conservativus (Scyphozoa:
Rhizostomeae: Catostylidae) from
south east Australia. J. Mar Biol. Ass.
U.K. 85, 723-731

Dawson, Michael N. 2010. Rhizostomeae.
McGraw-Hill Encyclopedia of Science
and Technology 11th Edn.
http://www.accessscience.com.
Diakses pada 17 September 2011
pukul 22.29 WIB

Dong Jing, Ming Sun, Bing Wang, &
Haiying Liu. 2008. Comparison of Life
Cycle and Morphology of Cyanea
nozakii and Other Scyphozoans.
Plankton Benthos Research 3: 118-
124

Fox, Richard. 2006. Invertebrate Anatomy
OnLine: Aurelia Aurita (Moon Jelly).
Lander University.
http://www.landeruniversity.edu/invertebrateanatomy/aureliaaurita.
Diunduh pada 25 Februari 2011 pukul
13.02 WIB

Frangou, Ioanna Siokou, Konstantinos
Sarantokos and Epaminondas D.
Christou. 2006. First Record of The
Scyphomedusa Rhopilema nomadica
Galil, 1990 (Cnidaria: Scyphozoa:
Rhizostomeae) in Greece. Aquatic
Invasion Vol. 1, Issue 3

George, J.D and George, J.J. 1997. Marine
Life: In An Illustrated Encyclopedia
of Invertebrate in The Sea. Harrap &
Co. Ltd: London

Gershwin, Lissa-Ann and Collins, Allen G.
2002. A Preliminary Phylogeny of
Pelagiidae (Cnidaria, Scyphozoa) With
New Observation Of Chrysaora
colorata comb.nov. Journal of
Natural History 36, 127-148

Hale, Garon. 1999. The Classification and
Distribution of The Class
Scyphozoa. Biological Diversity BI-
375 University of Oregon

Karleskint, George Jr., Richard Turner and
James W. Small, Jr.. 2010.
Introduction to Marine Biology.
Instructor’s Edition. Brooks/Cole
Cengage Learning: Canada

Kinoshita, Junji, Juro Hiromi and Yoshiaki
Yamada. 2006. Abundance and
Biomass of Scyphomedusae, Aurelia
aurita and Chrysaora melanaster, and
Ctenophora, Bilinopsis mikado, with
Estimates of Their Feeding Impact on
Zooplankton in Tokyo Bay, Japan.
Journal of Oceanography Vol. 62,
pp. 607 to 615


Koneri,Roni, Dedy Duryadi Solihin,
Damayanti Buchori, dan Rudi
Tarumingkeng. 2010.
Keanekaragaman Kumbang Lucanoid
(Coleoptera: Lucanoidae) pada
Berbagai Ketinggian Temapat di Hutan
Konsensi Unocal Gunung Salak, Jawa
Barat. Jurnal Matematika dan Sains
Vol. 15 No. 2

Kramp, P.L. 1961. Synopsis of the Medusae
of the World. Journal of the Marine
Biological Association of the United
Kingdom 40. 469p.

Levinton, Jeffery S. 2001. Marine Biology:
Function, Biodiversity, Ecology.
Second Edition. Oxford University
Press: New York

Manuputty, E. W. Anna. 1988. Ubur-Ubur
(Scyphomeudase) dan Cara
Pengolahannya. Oseana Volume XIII,
Nomor 2: 49-61

Marques, Antonio C. and Collins, Allen G..
2004. Cladistic Analysis of Medusozoa
and Cnidarian Evolution. Invertebrate
Biology 123(1): 23-42

Matanoski, Joseph Carroll. 2004. The
Behavior of The Scyhomedusae
Chrysaora quinquecirrha and Aurelia
aurita and Its Ecological
Importance. Dissertation of Doctor of
Pilosophy Programe of University of
Maryland

Mayer, Alfred Goldsborough. 1910. Medusae
of The world Volume III: The
Scyphomedusae. Carnegie Institution
of Washington. Publicatin No. 109
Vol. III.
http://thescyphozoan.ucmerced.edu/tsPDF/Mayer1910/.html. Diakses pada
10 Agustus 2010 pukul 10.36 WIB

Mills, C.E. 2009. Stauromedusae.
http://faculty.washington.
edu/cemills/Stauromedusae. html.
Diakses pada 19 September 2010
pukul 15.30 WIB

Muhsonim, Firman Farid & Nuraini, Candra.
2006. Kajian Tingkat Pemanfaatan
Sumber Daya Ikan Di Perairan Selat
Madura dengan Menggunakan Metode
Holistik Serta Analisis Ekonominya.
Kajian Tingkat Pemanfaatan
Sumberdaya Ikan. Vol.13 No. 1: 87-
94

Mujiono, Nova. 2010. Jellyfish
(Crambionella sp.) Fisheries Around
Cilacap Waters, Central Java (Cnidaria
: Scyphozoa). Oseanologi dan
Limnologi di Indonesia 36 (1): 37-48

Omori, Makoto & Nakano, Eiji. 2001.
Jellyfish Fisheries in Southeast Asia.
Kluwer Academic Publishers.
Hydrobiologia 451: 19-26, 2001

Pachenik, Jan A. 2005. Biology Of The
Invertebrates: Fifth Edition.
McGraw Hill: New York

Pitt, K. A. & Kingsford, M. J. 2000.
Geographic Separation of Stocks of
The Edible JellyfishCatostylus
mosaicus (Rhizostomeae) in New
South Wales, Australia. Marine
Ecology Progress Series Vol. 196:
143-155

Puertas, Lourdes Segura, Karina Orduna
Novoa and Edgar H. de la Cotera.
2008. Further Observation of The
Coronate Scyphozoan Linuche
Unguiculata (Thimble Jellyfish).
Hidrobiologica vol. 18 no.1 pp. 49-52

Purcell, Jennifer E., Shin-ichi Uye and Wen-
Tseng Lo. 2007. Anthropogenic
Causes of Jellyfish Blooms and Their
Direct Consequences for Humans: a
Review. Marine Ecology Progress
Series Vol.350: 153-174

Purcell, Jennifer E., Russell R. Hopcroft,
Ksenia N. Kosobokova, and Terry E.
Whitledge. 2009. Distribution,
Abundance, and Predation Effects of
Epipelagic Ctenophores and Jellyfish
in The Western Artic Ocean. Deep-Sea
Research II 57: 127-135

Raj, P. J. Sanjeeva. 2006. Macro Fauna of
Pulicat Lake. National Biodiversity
Authority: India

Russell, F.S.F.R.S.1970. The Medusae of
The British Isles. II Pelagic
Scyphozoa: With A Supplement To
The First Volume On
Hydromedusae. The Marine
Biological Association of The United
kingdom: ©Cambridge University
Press

Schembri, Patrick J., Alan Deidun and Patric
J. Vella. 2010. First Record of
Cassiopea andromeda (Scyphozoa:
Rhizostomeae: Cassiopeidae) From
The Central Mediterranian Sea.
Marine Biological Association of The
United Kingdom Vol. 3. Published
Online


Sea Life Base. 2010. Species Summery:
Rhopilema verrilli.
http://www.sealifebase.org/
summary/SpeciesSummary.php?id=
89066. Diakses pada 15 Februari 2011
pukul 23.00 WIB

Shoji, Jun, Takaya Kudoh, Hideyuki
Takatsuji, Osamu Kawaguchi, Akihide
Kasai. 2009. Distribution of moon
jellyfish Aurelia aurita in relation to
Summer Hypoxia in Hirosima Baya,
Seto Inland Sea. Estuarine, Coastal
and Shelf Science 86 : 485-490

Tahera, Qaseem and Kazmi, Quddusi B..
2006. New record of Two Jellyfish
Medusae (Cnidaria:Scyphozoa:
Catostylidae: Cubozoa: Chiropidae)
from Pakistani Waters. JMBA2 -
Biodiversity Records Published on-
Line

Uchida, Tohru. 1954. Distribution of
Scyphomedusae in Japanese and its
Adjacent Waters. Hokaido
University: Jepang

WoRMS (World Register of Marine
Species). 2010. WoRMS Taxon
Details: Catostylus mosaicus (Quoy &
Gaimard).
http://www.marinespecies.org/aphia.
php?p= taxdetails&id=220491.
Diakses pada 9 februari 2011 pukul
16.57 WIB

Yulianda, Fredinan, Yusli Wardiatno dan
Ario Damar. 1994. Studi Ekologi dan
Peranan Beberapa Faktor
Lingkungan Terhadapa Pengebaran
Ubur-Ubur di Wilayah Pesisir
Pantai Utara Jawa Barat. Pusat
Penelitian Lingkungan Hidup-LPPM
IPB

Yulianda, Fredinan. 1992. Life Cycle Of The
Jellyfish Aurelia aurita (L.):
Development and Growth Rates Of
Scyphostomae, As a Function of
Temperatur And Salinity. Thesis of
M.Sc. Programe in Marine Science-
Arhus University. Denmark






No comments:

Post a Comment

Pengelompokan Mikroorganisme Berdasarkan Suhu, Nutrisi, Cahaya Matahari, Ph Dan Tekanan Hidrostatik

1.     Suhu berperan penting dalam mengatur jalannya reaksi metabolisme bagi mahluk hidup tidak terkecuali pada mikroorganisme. Berdasa...